Kamis 12 Sep 2019 08:49 WIB

Verifikasi Legalitas Kayu Dihapus, LSM: Hutan Bisa Gundul

Produk furnitur tanpa sertifikat SVLK bakal mengalami tren penurunan nilai ekspor

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Pekerja sedang menyelesaikan pembuatan furniture di KaliBaru, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/9).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja sedang menyelesaikan pembuatan furniture di KaliBaru, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat Kaoem Telapak mengecam keras rencana pemerintah untuk meniadakan kewajiban penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bagi kelompok produk furnitur. Padahal, Indonesia telah menerapkan SVLK selama hampir 10 tahun terakhir sebagai salah satu upaya mengatasi penebangan dan perdagangan kayu ilegal serta memperbaiki tata kelola di sektor kehutanan. 

Direktur Eksekutif Kaoem Telapak Meredian mengatakan, rencana penghapusan SVLK hanya akan menyuburkan pelaku pembalakan liar yang akan membuat hutan semakin gundul. Dia menyebut, selama penerapan SVLK diberlakukan ekspor produk kayu Indonesia justru menunjukkan tren perdagangan yang positif dengan nilai ekspor yang meningkat. 

"Jadi SVLK jangan dijadikan alasan menurunnya ekspor, kalau SVLK dihapus maka hutan bisa gundul," kata Meridian, Rabu (11/9). 

Rencana pemerintah untuk melakukan pengecualian terhadap produk furnitur, kata dia, justru memberi isyarat bahwa pemerintah Indonesia gagal memastikan legalitas bagi produk furnitur. Menurutnta pemerintah berkilah bahwa rencana penghapusan SVLK bertujuan untuk meningkatkan ekspor produk kayu dan menyatakan bahwa kewajiban SVLK hanya akan diterapkan bagi produk furnitur yang akan dikirim ke Uni Eropa, Inggris, Kanada, dan Australia. 

Sebagai catatan, Indonesia merupakan negara pelopor di dunia melalui keberhasilannya mereformasi sektor kehutanan dan perkayuan, dari yang tadinya dikenal sebagai negara dengan tingkat pembalakan liar tertinggi dengan 80 persen dari total kayu yang diproduksi di Indonesia berasal dari sumber sumber ilegal, menjadi negara pertama di dunia yang mendapatkan lisensi  (Forest Law Enforcement Governance and Trade) FLEGT dari Uni Eropa. 

Sejak penerapan SVLK dan pengakuan dari Uni Eropa itulah, kata dia, nilai ekspor untuk produk kayu dan turunannya meningkat dari sebesar 10 miliar dolar AS pada tahun 2017 menjadi sebesar 12 miliar dolar AS pada 2018. Produk furnitur dengan sertifikat SVLK merupakan salah satu produk dengan nilai ekspor tertinggi dan menunjukkan peningkatan nilai ekspor.

Sebaliknya, menurut dia, produk furnitur tanpa sertifikat SVLK bakal mengalami tren penurunan nilai ekspor yang cukup drastis. Sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan SVLK telah membantu peningkatan daya saing produk kayu Indonesia di pasar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement