Selasa 10 Sep 2019 08:29 WIB

Fifin, Wanita Tangguh Penjaga LP Nusakambangan

Ia takut macan itu mengejar dan menerkamnya.

Lapas Kembang Kuning, Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Lapas Kembang Kuning, Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Rahma Sulistya

Baca Juga

Di salah satu sore menjelang maghrib, Fifin (26 tahun) hendak kembali ke rusun dinasnya. Petugas jaga Lapas Kembang Kuning Pulau Nusakambangan hampir tiba ketika seekor hewan hendak melintas jalan. Spontan, ia memberhentikan motornya.

Macan hitam. Wanita itu gemetar, tak bergeming. “Warnanya ada loreng hitamnya. Saya nggak tahu itu jenis apa,” kata dia saat berbincang dengan Republika, Kamis (5/9), pekan lalu.

Fifin sempat berpikir memutar balik motornya, tapi khawatir jika sang macan sadar dengan keberadaannya. Ia takut macan itu mengejar dan menerkamnya. Ia sudah menakar, kecepatan motornya tidak mungkin mengalahkan sang macan.

Simalakama. Jika ia berdiam di sana menunggu macan itu melihatnya, habislah dia. Namun, Fifin memutuskan tetap diam dan tenang. Lampu motor tidak menyala karena langit masih agak terang. Betapa leganya hati Fifin ketika macan itu mulai berjalan menyeberang dan masuk ke dalam belantara hutan Pulau Nusakambangan.

Kamis itu, Republika mendapat kesempatan mengunjungi salah satu lapas medium security di Pulau Nusakambangan, yakni Lapas Kembang Kuning. Lapas tersebut menahan para warga binaan yang divonis hukuman di atas 10 tahun, seumur hidup, dan hukuman mati.

Di sana, perilaku para napi akan dinilai agar bisa diajukan mendapat remisi dari presiden. Hendak kabur? Tidak pernah ada kejadian tersebut. Selama Fifin bekerja di sana, yakni hampir dua tahun ini, kondisi lapas yang dijaganya itu sangat kondusif.

Fifin biasanya berjaga jika ada tamu perempuan yang datang ke lapas agar bisa menemani. Jika tidak ada, ia lebih sering berjaga melalui kantornya. Hanya ada dua petugas perempuan, Fifin dan rekannya yang bertugas secara bergantian.

“Saya pun dilarang masuk ke dalam lapas kalau tidak ada keperluan. Kalaupun terpaksa masuk, saya pun dikawal kok. Karena semua warga binaan di Pulau Nusakambangan itu laki-laki, tidak ada perempuannya,” kata Fifin.

Selama mengobrol, Fifin tampak sesekali bersenda gurau dengan para warga binaan tamping. Ia juga memarkan keakraban dengan memanggil nama beberapa di antara mereka.

Fifin mengatakan, warga binaan tamping adalah para terpidana yang berperilaku sangat baik sehingga dipercaya untuk membantu mengurus warga binaan. Mereka ada yang memasak, menjaga pintu keluar masuk, menjaga koperasi, dan memanen sayuran atau mengambil bahan memasak. Namun, mereka tetap dikawal.

Salah satu warga binaan tamping, Dede, terlihat memikul ratusan ikat kangkung di pundak kanannya saat itu. Kanngkung itu baru saja dia panen sendiri. Sikap terpidana 14 tahun karena kasus pembunuhan itu sangat sopan ketika berbicara dengan petugas.

“Dia kalau saya tanyain kasus lamanya itu selalu menolak cerita, dia bilang tidak mau ingat-ingat lagi. Pokoknya dia sudah menjadi dirinya yang sekarang. Seolah kejadian dulu tidak pernah ada dan tidak akan pernah ia ulangi lagi,” kata Fifin.

Keluarga mana yang tidak ngeri mendengar anggotanya ada yang dikirim bertugas di Pulau Nusakambangan. Pulau yang dikenal berisi terpidana kasus kakap. Terpidana yang dipenjara di sana dipastikan kesulitan kabur karena kondisi pulau yang sulit dijangkau.

Pulau ini berada di selatan Pulau Jawa dan masih masuk dalam daerah Cilacap, Jawa Tengah. Luasnya mencapai 121 kilometer persegi. Penjara yang telah ada sejak era penjajahan Belanda itu disebut masyarakat dunia adalah Alcatraz versi Indonesia. Jangankan orang biasa, para terpidana pun bergidik jika harus dipenjara di pulau tersebut.

photo
Sejumlah petugas dengan menggunakan sebo, melakukan penjagaan di Lapas Kelas II-A Karanganyar, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jateng, Kamis (22/8/2019).

Begitu pun dengan keluarga Fifin. Awalnya mereka sangat kaget mendengar Fifin akan ditugaskan di sana, apalagi dia seorang perempuan. Walau begitu, akhirnya Fifin diizinkan oleh keluarganya dengan sangat terpaksa.

Dua bulan pertama, Fifin diberikan rumah dinas di dekat Lapas Kembang Kuning. Ia tinggal bersama teman-temannya karena ada beberapa kamar dan tempat tidur di sana. Benar saja, sejak Fifin tinggal di rumah dinas itu, ia harus berhadapan dengan ular yang tiba-tiba saja suka muncul.

“Pernah saya mau tidur, untung saya cek-cek dulu ya, itu ada di bawah tempat tidur saya ular. Banyak banget ular. Saya sudah bunuh sekitar 14 ular selama tinggal di rumah dinas itu,” kata Fifin.

Meski perempuan, mentalnya pun harus terlatih kuat karena menghadapi ular-ular itu. Mereka terus bermunculan ke dalam rumah.

Fifin menduga, mereka masuk melalui lubang aliran kamar mandi. Untungnya, dia hanya dua bulan tinggal di rumah dinas, setelah itu pindah ke rumah susun (rusun) yang baru saja dibangun. “Kalau di rusun alhamdulillah kamarnya bagus dan sejauh ini belum pernah ketemu ular, tapi jangan sampai lah,” kata Fifin. n ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement