Sabtu 07 Sep 2019 17:41 WIB

Sejarawan Demak: Raden Fatah Putra Nusantara, Bukan Yahudi

Bukti-bukti sejarah menguatkan bahwa Raden Fatah adalah keturunan Raja Brawijaya V.

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Teguh Firmansyah
Perwakilan massa PMII Kabupaten Demak melakukan ziarah dan berdoa di makam Raden fatah dan Sultan Trenggono, di kompleks makam Kesultanan Demak, Rabu (4/9). Elemen mahasiswa serta masyarakat Demak, mengecam pernyataan budayawan Ridwan Saidi yang menyebut Raden Fatah dan Sultan Trenggono merupakan Yahudi.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Perwakilan massa PMII Kabupaten Demak melakukan ziarah dan berdoa di makam Raden fatah dan Sultan Trenggono, di kompleks makam Kesultanan Demak, Rabu (4/9). Elemen mahasiswa serta masyarakat Demak, mengecam pernyataan budayawan Ridwan Saidi yang menyebut Raden Fatah dan Sultan Trenggono merupakan Yahudi.

REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK -- Raden Fatah dan Sultan Trenggono merupakan dua tokoh sejarah Islam di Kesultanan Demak yang merupakan putra Nusantara asli. Keduanya merupakan penguasa kerajaan di Demak dan memiliki keturunan raja di Jawa.

Kesimpulan ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan para sejarawan, budayawan, arkeolog serta ulama dan diprakarsai oleh Yayasan Dharma Bakti Lestari di hotel Amantis, Demak, Kabupaten Demak, Sabtu (7/9).

Baca Juga

Para peserta FGD bertajuk ‘Menyegarkan Sejarah Raden Fatah’ ini sepakat bahwa bukti- bukti otentik --baik catatan maupun bukti peninggalan sejarah—sudah sahih untuk menyatakan keduanya merupakan keturunan raja di Jawa.

Kesimpulan FGD ini sekaligus menjadi jawaban atas pernyataan Budayawan Betawi, Ridwan Saidi yang sebelumnya menyebutkan bahwa Raden Fatah dan Sultan Trenggono, merupakan Yahudi.

Guru Besar Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Djoko Suryo mengatakan berdasarkan bukti sejarah yang ada, Raden Fatah merupakan Sultan Kerajaan Islam Pertama Demak yang berkuasa pada tahun 1482 hingga 1515.

“Sejarah mencatat secara silsilah, Raden Fatah merupakan keturunan Raja Brawijaya V dengan ibu dari putri Campa, yang dididik dan belajar agama Islam oleh para sunan,” ungkapnya, dalam FGD ini.

Ia juga mengungkapkan, sejarah panjang Kerajaan Demak dari mulai Kerajaan Mataram lama bernuansa Hindu Budha hingga lahir Raden Fatah berserta keturunannya Sultan Trenggono, secara nyata membuktikan keduanya adalah putra Nusantara (Jawa).

Bahkan setelah pindahnya kerajaan Demak ke Pajang hingga kemudian lahir kerajaan Mataram baru bernuansa Islam, juga memperkuat catatan sejarah tentang siapa sosok Raden Fatah dan Sultan Trenggono tersebut.

“Tidak dapat dipungkiri lagi runtutan sejarah itu, bukti- bukti pendukung juga telah menunjukan dan hingga kini masih dapat dilihat dan dipelajari,” tegas Djoko.

Hal ini diamini oleh Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip, Alamsyah. Menurutnya perihal siapa Raden Fatah dan Sultan Trenggono telah dibeberkan oleh para pakar sejarah akademisi.

Baik pakar sejarah dari Undip, UGM, Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) maupun Universitas Sultan Fatah (Unisfat), semuanya sudah menjelaskan bahwa Sultan Pertama Kerajaan Demak, Raden Fatah dan Sultan Trenggono adalah putra Nusantara.

Sedangkan ibunya, lanjut Alamsyah, adalah dari Campa yang kemudian juga telah berasimilasi sebagai warga kerajaan di Nusantara. Maka tidak tepat jika kedua penguasa Kerajaan Demak tersebut disebutkan merupakan keturunan yahudi.

“Saya kira sangat jauh dari pemikiran itu, jika menarik bukti- bukti sekunder maupun bukti primer tentang raden Fatah ini,” tegas Alamsyah, yang juga Ketua Tim Pakar Yayasan Dharma Bakti Lestari tersebut.

Apalagi, lanjutnya, jika melihat catatan otentik baik dari luar seperti ditulis oleh bangsa Portugis pada masa itu ditambah dengan buku dari Nusantara (Jawa) seperti Serat Kanda, Babat Tanah Jawi dan lainnya.

“Semuanya sudah jelas, tertulis runtutan sejarah serta silsilah berikut sepak terjang kedua tokoh itu saat memimpin Kerajaan Demak,” tambahnya.

Sementara itu, Arkeolog UGM, Inajati Adrisijanti melihat persoalan ini dari bukti- bukti artefak dan peninggalan Kerajaan Demak. Menurutnya, dari sudut pandang ini membuktikan bahwa kerajaan Demak tidak hanya bernafas Islam.

Tetapi juga ada kearifan lokal di dalamnya yang justru menjadi contoh bagi kerajaan kecil di bawahnya. “Tata kota Demak yang khas, menjadi panduan yang ditiru tata kota daerah lain seperti alun- alun di tengah kota dengan ciri khas bangunan masjid di sebelah barat, pasar dan pusat kekuasaan,” jelasnya.

Demikian halnya dengan ciri khas perkampungan di sisi lainnya, juga menunjukan kekhasan tata kota yang berbeda dengan tatanan di negara luar di manapun.

Bangunan Masjid Agung Demak sebagai peninggalan era Raden Fatah dan para wali (sunan)  mempunyai ciri khas tersendiri berbeda dengan masjid- masjid yang ada di belahan dunia lainnya.

“Bahkan desain Masjid Demak sebagai propotipe juga ditiru masjid lain di Nusantara, seperti atap yang bertingkat (tajuk), mimbar hingga pernak- pernik dan ornament yang ada di dalamnya,” tambah Inajati.

Seperti diketahui, upaya untuk meluruskan sejarah Raden Fatah cukup mengundang perhatian publik Jawa Tengah, karena tidak hanya para pakar yang meluruskan sejarah, juga para ulama terlibat langsung dalam diskusi membedah sejarah dua Sultan Demak dan sejarah kerajaan Demak.

Hal ini menyusul munculnya pernyataan Ridwan Saidi bahwa Sultan Fatah dan Sultan Trenggono adalah orang yahudi, yang pernah diunggah dalam sebuah akun youtube dan akhirnya menjadi perbincangan banyak pihak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement