REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusul dibahasnya kembali revisi atas Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) berasal dari anggota Komisi III (Hukum) DPR RI fraksi pendukung Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Usulan itu muncul dari PDIP, PKB, PPP dan Nasdem.
Usulan itu muncul dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) pada 3 September 2019 lalu. Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengakui, enam anggota Komisi III mengusulkan pembahasan kembali revisi UU KPK yang sempat menjadi polemik itu.
"Setahu saya ada sekitar enam orang (yang mengusulkan)," ucap Arsul Sani, Jumat (6/9)
Anggota Komisi III DPR RI fraksi PDIP Masinton mengakui dirinya merupakan salah satu pengusul revisi UU KPK tersebut. Ia juga membenarkan nama Politikus PDIP Risa Mariska, Taufiqulhadi dari Nasdem, dan Ahmad Baidowi dari PPP.
"Ya anggota DPR kan memiliki hak konstitusional untuk mengusulkan melakkukan usul inisiatif terhadap satu rancangan UU, apa yang salah dengan itu," ucap Masinton, Jumat.
Selain itu, Saiful Bahri dan Ibnu Multazam dari PKB juga turut mengusulkan revisi UU KPK itu. Para pengusul, kata Masinton memiliki pandangan masing-masing. Ia sendiri berpandangan, agenda pemberantasan sejak reformasi saya berpandangan ini belum optimal.
"Tidak mengoptimalkan fungsi pencegahan, kalau KPK hanya menindak itu tidak akan menyelesaikan masalah korupsi kita," ujar Masinton.
Sementara, Arsul yang turut mengikuti rapat Baleg mengatakan, rapat tersebut berjalan selama tiga jam. Perdebatan selama tiga jam itu pun mengeluarakan rekomendasi yang salah satunya tentang revisi UU KPK.
Rekomendasi revisi UU KPK tersebut muncul dari Baleg, artinya, selain dari partai partai tersebut, ada pula persetujuan dari seluruh fraksi termasuk oposisi, dan pihak pemerintah yang diwakili Kemenkumham juga setuju. Usulan itu diparipurnakan pada Kamis (5/9) dan disetujui pimpinan DPR.
Ratusan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar aksi 'Rantai Manusia' sebagai bentuk protes terhadap sikap
Masinton pun menepis pandangan bahwa UU ini muncul secara tiba-tiba. Menurut dia, usulan ini sudah muncul sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lalu pada 2015, usulan ini juga sempat didengungkan, salah satunya oleh Masinton sendiri.
"Nah kemudian menjadi usul inisiatif Baleg, diambil oleh institusi Baleg. Usulan dari anggota diambil jadi usul inisiatif Baleg nah usulan inisiatif Baleg ini kemudian dibawa ke paripurna disetujui untuk dilakukan revisi," ujar Masinton.
Dengan disetujuinya usulan itu pada Kamis (5/9) maka, tahap berikutnya tinggal menunggu surat presiden. Setelah itu, RUU akan dikebut untuk disahkan DPR RI periode 2014 - 2019 di tiga pekan akhir masa jabatannya.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, sudah seharusnya proses revisi UU KPK tersebut dilakukan secara terbuka dan menampung berbagai aspirasi dari masyarakat termasuk KPK. Sehingga, tidak ada kesan bahwa parlemen ingin menyembunyikan sesuatu dari masyarakat.
Pihak KPK, katanya, bahkan sudah melakukan konsultasi dengan Ketua DPR Bambang Soesatyo terkait revisi UU tersebut. Namun, pihak DPR menyatakan tidak mengetahui apa pun terkait revisi UU KPK tersebut.
"Ketua DPR juga kita konsultasikan, menyatakan tidak mengetahui. Akan tetapi, tiba-tiba (draf) selesai seperti itu. Siapa yang mengetahui?" ujar Laode.