Kamis 05 Sep 2019 19:20 WIB

Pendeta Papua Minta Maruf Amin Ikut Selesaikan Konflik Papua

Gerakan Nasionalis Religius hari ini berkunjung ke kediaman Kiai Ma'ruf Amin.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Wakil Presiden terpilih Maruf Amin berbincang dengan Ketua Perwakilan Pendeta Papua Richard Tonjau dan Ketua Gerakan Nasionalis Religius Bobby S. Hendrawan saat melakukan pertemuan di Jakarta, Kamis (5/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Presiden terpilih Maruf Amin berbincang dengan Ketua Perwakilan Pendeta Papua Richard Tonjau dan Ketua Gerakan Nasionalis Religius Bobby S. Hendrawan saat melakukan pertemuan di Jakarta, Kamis (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil presiden terpilih KH Ma'ruf Amin menerima kunjungan sejumlah pendeta asal Papua yang tergabung dalam Gerakan Nasionalis Religius (Genius) di kediamannya. Kedatangan para pemuka agama asal Bumi Cendrawasih tersebut ingin agar Ma'ruf Amin meredam konflik di Papua.

Ketua rombongan pendeta asal Papua, Richard Tonjau berharap Ma'ruf Amin dapat menggantikan sosok Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam meredam konflik yang ada di tBumi Cendrawasih itu. "Ketika (Ma'ruf Amin) terpilih sebagai wakil presiden, kami melihat beliau sebagai sosok yang menggantikan Gus Dur," ujar Richard, di Jalan Situbondo, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).

Baca Juga

Lanjut Richard, kericuhan yang terjadi beberapa hari terakhir membuat masyarakat Papua dan Papua Barat resah. Itu dikarenakan hampir seluruh pelayanan publik terganggu, bahkan transportasi dan komunikasi pun lumpuh. Akibatnya, roda perekonomian masyarakat Papua turut terganggu. Ia berharap bangsa Indonesia tetap bersatu tidak membedakan antara Indonesia timur dan Indonesia barat.

"Maka kami tidak ragu-ragu untuk minta waktu untuk bertemu dengan abah, apa yang kami sampaikan tadi beliau menyambut itu dengan setia dan  kami terima kasih banyak," ungkapnya.

Sebelumnya, Papua dan Papua Barat terjadi demonstrasi besar-besaran yang berujung pada kericuhan dan perusakan fasilitas pemerintahan. Demo tersebut sebagai respons atas rasisme yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya. Bahkan sejumlah wilayah Papua sempat lumpuh, akibatnya aktivitas warga terganggu.

Selain menuntut ada penindakan tegas terhadap pelaku rasisme, pendemo juga mendesak pemerintah Indonesia memberikan referendum. Dengan diselenggarakannya referendum, mereka berharap Papua dan Papua Barat lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mendirikan negara kesatuan sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement