REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian menetapkan 10 orang tersangka dalam insiden kerusuhan yang terjadi di Distrik Deiyai, Papua Barat, Rabu (28/8). Para tersangka itu diduga sebagai pelaku penyerangan terhadap petugas, provokator, dan pelaku perampasan senjata milik aparat keamanan.
“Yang dari kerusuhan di Deiyai, ada sepuluh orang yang ditetapkan menjadi tersangka,” ujar Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Selasa (2/9).
Kerusuhan yang terjadi di Deiyai pekan lalu menimbulkan korban jiwa. Sedikitnya tercatat enam warga sipil dan satu anggota TNI meninggal dunia dalam insiden tersebut. Selain itu, anggota kepolisian juga mengalami luka-luka dalam insiden di Deiyai.
Secara umum terkait peristiwa di Papua dan Papua Barat, ada 68 tersangka dalam aksi yang terjadi sepanjang dua pekan terakhir di wilayah tersebut sejak Senin (19/8). Dedi menerangkan, 68 tersangka itu terdiri dari 48 orang di Papua, dan 20 orang di Papua Barat.
Di Jayapura, Papua, ia mengatakan, kepolisian sudah menetapkan sebanyak 28 tersangka dalam insiden kerusuhan yang terjadi pada Kamis (29/8). Para perusuh tersebut, ia menerangkan, sebagai kelompok yang melakukan aksi pengrusakan dan pembakaran aset publik dan fasilitas umum, dan bangunan pribadi.
“Di Manokwari masih delapan tersangka, di Sorong, tujuh, dan di Fakfak, lima (tersangka),” sambung dia.
Gelombang kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat berawal dari aksi protes warga setempat yang menuntut pemerintah untuk mengusut dan menghukum pelaku rasialisme yang dialami mahasiswa Papua, di Surabaya, Malang, dan Semarang. Gelombang massa protes yang semula damai di Papua dan Papua Barat, berujung anarkistis dengan aksi penyerangan terhadap petugas, pembakaran gedung-gedung pemerintahan, fasilitas publik lainnya.