REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Salah satu tersangka insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya Syamsul Arifin (SA) melayangkan permohonan maaf atas kejadian di asrama mahasiswa Papua Surabaya pada 16 Agustus 2019. Insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya tersebut disebut-sebut sebagai salah satu pemicu kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
"Kepada seluruh saudara-saudara yang berada di Papua, saya meminta maaf sebesar-besarnya jika ada perbuatan yang tidak menyenangkan," ujar SA ditemui di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (3/9).
Kuasa hukum SA, Hishom Prasetyo mengatakan, pihaknya akan tetap taat hukum, dan siap menjalani seluruh rangkaian proses hukum. Dia pun membenarkan jika kliennya telah dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan.
"Pada prinsipnya kami akan tetap taat hukum menjalani proses hukum yang ada. Sementara proses hukum sudah sampai pada tahap penahanan. Jadi klien kami ditahan selama kurang lebih 20 hari," ujar Hishom.
Hishom menyatakan, pihaknya belum bisa menentukan apakah akan melayangkan surat permohonan penangguhan penahanan atau tidak. Dia juga belum busa memastikan apakah akan melakukan upaya hukum seperti praperadilan atau tidak.
"Selebihnya kami akan mendiskusikan dengan tim apakah akan mengajukan penangguhan penahanan atau mengajukan upaya hukum lain seperti praperadilan. Nanti akan kami sampaikan kemudian," kata Hishom.
Sebelumnya Polda Jatim menetapkan SA sebagai tersangka. SA ditetapkan tersangka setelah terbukti melayangkan kata-kata rasis kepada mahasiswa Papua yang ada di asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Pembuktian tersebut diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan juga dari hasil uji laboratorium forensik. SA dijerat Undang-Undang nomor 40 tahun 2008 tentang Diskriminasi.