REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepolisian menetapkan Tri Susanti (TS) sebagai tersangka, Rabu (28/8) dalam kasus rasisme yang dilakukan kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Penetapan tersangka itu setelah penyidik di Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) melakukan gelar perkara, dan pemeriksaan saksi-saksi terkait insiden yang terjadi pada 17 Agustus lalu di asrama Papua, Surabaya.
“Dilaporkan bahwa telah ditetapkan satu tersangka TS (Tri Susanti),” kata Karo Penmas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di Jakarta, Rabu (28/8).
TS, Dedi menerangkan, adalah wakil ketua dari organisasi masyarakat (ormas) Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI-Polri (FKPPI) di Surabaya. Ormas tersebut, turut serta dalam pengepungan asrama Papua di Jalan Kalasan, Surabaya. Namun terkait TS, penetapan tersangka lantaran perannya sebagai kordinator lapangan saat pengepungan asrama Papua.
Kepolisian juga menuduh TS, melakukan tindakan ujaran yang bernada kebencian dan rasisme dalam peristiwa pengepungan mahasiswa Papua tersebut. Dari sangkaan itu, Polri mengancam TS dengan Pasal 45 a juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), juga Pasal 4 UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi, Ras, dan Etnis, dan Pasal 14 ayat 1 dan 2 atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Pemeriksaan terhadap TS, dilakukan marathon dalam sepekan terakhir. Dedi menerangkan, tim penyidik di kepolisian, sudah memeriksa sedikitnya 21 orang saksi, dan ahli. Selain menetapkan TS sebagai tersangka, Dedi menerangkan, kepolisian juga mengeluarkan edaran cegah dan tangkal (cekal) terhadap TS. Tindakan tersebut, dilakukan Polri agar TS tak melarikan diri ke luar negeri.
TS menjadi tersangka pertama yang ditetapkan Polri dalam kasus ujaran kebencian dan rasisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya beberapa pekan lalu. Selain TS, kepolisian juga sempat memeriksa sejumlah pegiat ormas yang terlibat dalam aksi pengepungan di asrama Papua. Termasuk ormas Pemuda Pancasila (PP), Barisan Serba Guna Ansor (Banser), pun Front Pembela Islam (FPI).
Meski ormas-ormas tersebut sudah meminta maaf atas insiden di asrama Papua, namun kencang desakan agar kepolisian tetap menghukum para pelaku pengepungan yang disertai dengan aksi rasisme tersebut. Sebab insiden tersebut, memicu kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Sejak Senin (19/8) sampai hari ini, gelombang massa protes turun ke jalan atas insiden di Surabaya, terus terjadi di Bumi Cenderawasih. Aksi protes tersebut, kerap berujung kerusuhan.
Selain TS yang ditetapkan sebagai tersangka, sebetulnya insiden di asrama Papua Surabaya juga melibatkan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun penyelidikan para serdadu militer yang diduga terlibat aksi pengepungan dan rasisme, dilakukan internal di TNI. Pada Senin (26/8), Komando Daerah Militer V/ Brawijaya menonaktifkan Komandan Komando Rayon Militer 0831/02 Tambaksari Mayor (Infanteri) N. H. Irianto dan membebastugaskan 5 orang anggota TNI lainnya lantaran diduga terlibat dalam insiden di asrama Papua Surabaya.