REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menuding kelompok massa yang melakukan serangan terhadap anggota kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam insiden kerusuhan di Kabupaten Deiyai, Papua, pada Rabu (28/8) waktu setempat. Dalam kerusuhan tersebut, satu anggota TNI gugur, sedangkan lima anggota Polri mengalami luka-luka akibat serangan benda tajam berupa parang dan panah.
Karo Penmas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo dalam penjelasannya mengatakan, kronologi penyerangan terhadap petugas pengamanan berawal dari massa aksi yang damai warga setempat di kantor Bupati Deiyai. “Awalnya demo yang diikuti 150-an orang berlangsung damai. Polri bersama TNI melaksanakan pengamanan,” ujar dia, Rabu (28/8).
Dikabarkan, massa yang berdemonstrasi saat itu, mendesak pemerintah setempat menandatangani referendum atau penyampaian pendapat terkait situasi politik di Papua. Akan tetapi, tuntutan tersebut tak dipenuhi.
Polri dan TNI, bersama pejabat setempat, sempat melakukan negosiasi kepada para pengunjuk rasa. Akan tetapi, Dedi melanjutkan, saat negosiasi dilakukan kerusuhan mulai pecah.
“Pada siang hari, ada massa (lain) yang turun kurang lebih seribu orang, dengan bersenjatakan panah dan parang,” terang Dedi.
Massa tersebut, ia melanjutkan melakukan serangan ke arah aparat Polri dan TNI yang melakukan pengamanan demonstrasi. “Update terakhir, satu TNI gugur. Ada tambahan, lima anggota Polri terluka panah,” begitu kata Dedi.
Sampai Rabu (28/8) petang waktu Jakarta, dari insiden di Deiyai, kata Dedi belum didapatkan informasi tentang adanya korban sipil. “Info tentang korban dari warga sipil, Polri belum dapat mengkonfirmasi dan klarifikasi kebenarannya,” sambung dia.
Namun kata Dedi, Polri memastikan situasi dan keamanan di Kabupaten Deiyai sudah kondusif. Kata dia, masyarakat sudah tak ada lagi yang turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi. Sementara anggota Polri yang terluka terkena serangan panah, kata Dedi saat ini dalam perawatan.