REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Alvin Lie, mengatakan pihaknya banyak menerima aduan masyarakat terkait pemblokiran akses internet di Papua dan sekitarnya. Layanan publik berbasis internet terganggu akibat pemblokiran ini.
"Kami tegaskan pelayanan publik pun terganggu. Misalnya mengajukan permohonan izin harus melalui internet, sekarang ada online single submission (OSS) itu tidak bisa dilakukan, mau bertransaksi menggunakan kartu debit tidak bisa. Kemudian juga tidak sedikit kami mendapatkan keluhan para pengusaha yang harus melakukan laporan menyampaikan bukti-bukti (bukti pembayaran) tidak bisa bertransaksi," jelas Alvin kepada wartawan di Kantor ORI, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (28/8).
Kemudian, lanjut dia, untuk kepentingan sosial pun dampaknya sangat terasa. "Orang tua mau menghubungi anak, anak mau menghubungi orang tua, ada orang tua yang mau kirim uang ke anaknya, ini semua terganggu. Nah jadi kami tegaskan agar semua dievaluasi dan secara bertahap dipulihkan," ungkap Alvin.
Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pun, kata dia, menyatakan kesanggupannya untuk segera mengajak pihak terkait dan pihak keamanan untuk melakukan evaluasi. Kemudian, disepakati untuk membuat SOP syarat-syarat diberlakukannya pembatasan akses internet.
Alvin menuturkan, potensi adanya maladministrasi terkait pemblokiran internet di Papua sedang dipelajari lebih lanjut. Selain meminta keterangan Kemenkominfo, Ombudsman berencana meminta keterangan dari kepolisian, BIN dan TNI sebagai penanggungjawab keamanan negara.
"Kan ada di mereka kami akan minta keterangan soal kondisi seperti apa persyaratan pemblokiran, prosedur bagaimana, pejabat yang berwenang siapa. Tapi kami juga sudah menyepakati bahwa masalah ini bukan internet. Masalahnya adalah offline kejadian di dunia nyata tapi obatnya di dunia maya," tambah Alvin.
Kemenkominfo masih belum mengetahui kapan akan membuka blokir akses internet di Papua. Pemblokiran layanan data atau internet di Papua akan berlangsung sampai situasi dan kondisi yang benar-benar normal.
Plt. Kepala Biro Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu mengatakan berdasarkan evaluasi yang dilakukan pihaknya dengan aparat penegak hukum masih beredar informasi hoaks dan rasialisme. Berita bohong tersebut dikhawatirkan justru akan kembali membuat suasana di Papua kembali panas.
"Kemenkominfo mengimbau warganet di seluruh Tanah Air untuk tidak ikut mendistribusikan dan mentransmisikan informasi elektronik yang masih diragukan kebenarannya," kata dia, Senin (26/8).
Terkait pemblokiran yang dilakukan, Kemenkominfo perlu mendiskusikannya dengan aparat hukum. Oleh sebab itu, Kemenkominfo belum bisa memastikan waktu pasti blokir akan dihentikan dan internet di Papua kembali normal.
Menurut Ferdinandus, informasi hoaks dan provokatif terkait isu di Papua masih beredar di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube. "Untuk saat ini masyarkat tetap bisa berkomunikasi dengan menggunakan layanan panggilan telepon dan layanan pesan singkat," kata dia lagi.