Rabu 28 Aug 2019 16:04 WIB

DPR Kritisi Usulan Kenaikan Drastis Iuran BPJS Kesehatan

Kenaikan drastis jumlah iuran BPJS Kesehatan dinilai akan menimbulkan dampak baru.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
BPJS Kesehatan.
Foto: ANTARA FOTO
BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mengusulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk setiap kelas. Usulan tersebut disampaikan sebagai bentuk upaya untuk mengatasi defisit yang terus naik.

Namun, usulan tersebut ditentang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (Rakyat), khususnya Komisi IX yang membidangi kesehatan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan mencapai dua kali lipat dinilai akan berdampak langsung ke masyarakat.

Baca Juga

"Kenaikannya cukup drastis akan menimbulkan dampak baru secara sosial dan ekonomi juga. Ini harus dipikirkan oleh pemerintah," ujar Wakil Ketua Komisi IX Ichsan Firdaus di Komplek Parlemen RI, Jakarta, Rabu (28/8).

Jika usulan tersebut direalisasikan, ia yakin sebagian besar masyarakat akan menolak hal tersebut. Maka dari itu, pemerintah haruslah mengkaji betul rencana tersebut agar tak menimbulkan masalah.

"Perlu dipikirkan lebih lanjut setiap kenaikan apa pun, yang mengalami kenaikan yang cukup drastis harus dimitigasi oleh pemerintah," ujar Ichsan.

Guna mengatasi defisit yang terus naik, ia mengusulkan BPJS untuk mendorong tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar iuran. Karena ia melihat, tingkat kepatuhan masyarakat saat ini masih sekitar 54 persen.

Selain itu, BPJS Kesehatan didorong untuk lebih mengawasi perusahaan dalam melaporkan iuran karyawannya. Saat ini, ia melihat masih banyak perusahaan yang melakukan kecurangan terkait hal tersebut.

"Walau itu domain pemerintah, tetapi kami DPR mengingatkan saja jangan sampai kebijakan itu memunculkan gejolak baru," ujar Ichsan.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah juga mengkritisi usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Menurutnya, usulan tersebut bukanlah solusi jangka panjang untuk program tersebut.

Ia meminta pemerintah untuk segera mencari solusi dan perbaikan dari permasalahan defisit yang dihadapi BPJS Kesehatan. Pasalnya, masalah tersebut dinilai tak menemui jalan terng selama bertahun-tahun.

"Permasalahan JKN yang dikelola BPJS ini bersifat multifactorial, sehingga perlu segera dilakukan perbaikan secara sistemik," ujar Fahri.

Pemerintah juga didesak untuk memperbaiki sistem JKN. Agar program ini dapat berjalam dalam jangka panjang, tanpa perlu menyebabkan defisit seperti yang saat ini terjadi.

"Termasuk mempertimbangkan bauran kebijakan untuk dijadikan kebijakan permanen yang jangka panjang dalam rangka menekan defisit JKN," ujar Fahri.

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengaku telah mengusulkan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk semua kelas yaitu peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas 1, kelas 2, kelas 3, pekerja penerima upah (PPU), dan penerima bantuan iuran (PBI). Ketua DJSN Tb Choesni mengaku, pihaknya telah mengusulkan kenaikan iuran JKN-KIS kepada presiden Joko Widodo akhir Juli 2019 lalu.

"Penyesuaian besaran iuran JKN-KIS antara lain PBI sebesar Rp 42 ribu dari yang sebelumnya sebanyak Rp 23 ribu, iuran peserta penerima upah-badan usaha 5 persen dengan batas upah Rp 12 juta dari yang sebelumnya Rp 8 juta, iuran PPU menjadi 5 persen dari take home pay dari sebelumnya 5 persen dari gaji pokok ditambah tunjangan keluarga," ujarnya saat rapat di Kompleks Parlemen, Selasa (27/8).

Kemudian, diusulkan kenaikan iuran peserta PBPU mandiri kelas 1 sebesar Rp 120 ribu dari sebelumnya Rp 80 ribu, kelas 2 Rp 75 ribu dari yang awalnya Rp 51 ribu, dan kelas 3 Rp 42 ribu dari yang semula hanya Rp 25.500. Ia menambahkan, jika usulan kenaikan iuran diberlakukan 2020 maka dapat dicapai sustainibilitas JKN pada 2021 dengan asumsi pemerintah telah menyelesaikan akumulasi defisit sampai akhir 2019.

Adapun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelas satu naik dua kali lipat dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Hal itu diungkapkannya dalam rapat yang sama bersama DPR.

Sri Mulyani mengaku usulan kenaikan tersebut lebih tinggi dibandingkan usulan DJSN. Menurut dia, kenaikan iuran dengan besaran tersebut diperlukan untuk menambal defisit keuangan BPJS Kesehatan yang pada tahun ini diperkirakan membengkak hingga Rp 32,8 triliun.

Selain untuk peserta mandiri kelas satu, Sri Mulyani juga mengusulkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan kelas dua menjadi Rp 110 ribu dari Rp 51 ribu. "Untuk 2020 kami usulkan kelas dua dan kelas satu jumlah yang diusulkan oleh DJSN perlu dinaikkan," kata Sri Mulyani.

Adapun untuk peserta mandiri kelas tiga BPJS Kesehatan, Sri Mulyani sependapat dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk menaikkan iuran dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu.

photo
Defisit BPJS Kesehatan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement