REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Para Syndicate, Ari Nurcahyo, mengatakan, tidak perlu ada pencitraan berlebih untuk meraih posisi Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar. Syarat menjadi ketum menurut dia, hanya dengan dana dan dukungan Istana.
"Kalau hanya untuk menjadi Ketua Umum Golkar, tidak butuh citra. Yang penting punya duit yang banyak. Dan jadi sinterklas di parpol. Kemudian mengkapitalisasi dukungan istana (RI 1)," ujar Ari dalam diskusi di Slipi, Jakarta Barat, Selasa (27/8).
Hal itu, kata dia, dibuktikan oleh Setya Novanto (Setnov). Meski tidak lama menjabat sebagai ketum, Setnov membuktikan bahwa anggaran yang besar mampu mengkompromikan kekuatan internal parpolnya.
Akan tetapi, dia pun mengingatkan jika Golkar punya beban membangun citra parpol secara keseluruhan. "Citra yang harus dibangun adalah citra parpol yang bersih. Sehingga pemimpinnya harus punya visi, misi besar ke depan. Sosok ketum posisinya konstruktif terhadap citra parpol, " ungkap Ari.
Sehingga, secara keseluruhan parpol sangat membutuhkan citra yang baik, terbuka dan dibuktikan dengan kaderisasi yang baik. Jika Ketum Golkar nantinya terpilih mampu menjawab tantangan ke depan, menurut dia bukan tidak mungkin parpol tersebut mampu memenangkan Pemilu 2024.
"Ketum Golkar periode lima tahun mendatang punya posisi strategis yang mana harus meneruskan konsolidasi parpol, membesarkan parpol sehingga nanti bisa mengusung capres-cawapresnya sendiri," tambahnya.
Sebagaimana diketahui, nama politikus Golkar yang hampir dipastikan maju dalam bursa pemilihan Ketua Umum Golkar pada Munas 2019 adalah Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo. Airlangga selaku pejawat telah mengisyaratkan memperoleh dukungan dari para DPD Golkar serta memperoleh dorongan dari Presiden Jokowi.
Dorongan dari Jokowi tercermin dari pertemuan Airlangga beserta pimpinan DPD Golkar dari 34 provinsi dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor beberapa waktu lalu. Sementara itu, Bambang Soesatyo juga menyatakan mendapat dukungan sejumlah pihak untuk maju dalam munas mendatang.