Selasa 27 Aug 2019 15:17 WIB

Capim KPK Ini Klarifikasi Tuduhan Pernah Teror Pejabat KPK

Antam mengklarifikasi tuduhan dirinya pernah meneror direktur penyidikan KPK.

Wakabareskrim Polri Irjen Pol Antam Novambar mengikuti tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Wakabareskrim Polri Irjen Pol Antam Novambar mengikuti tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu calon pimpinan (capim) KPK dari kepolisian, Inspektur Jenderal Polisi Antam Novambar hari ini mengikuti uji publik seleksi capim KPK 2019-2023. Dalam kesempatan itu, Antam mengklarifikasi soal tuduhan dirinya meneror mantan direktur penyidikan KPK, Endang Tarsa.

"Terima kasih penguji, wartawan, ada disebut Antam Novambar sebagai peneror, Antam Novambar punya pengalaman catatan kelam dan saya jawab selalu nanti jadi sekarang saatnya, saya 4 atau 3 tahun ini bertahan tidak pernah menjawab dan saya bersiap untuk ini," kata Antam di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Selasa (27/8).

Baca Juga

Antam Novambar sempat diberitakan diduga melakukan intimidasi terhadap Endang Tarsa. Saat itu diduga Antam meminta Direktur Penyidikan KPK bersaksi agar meringankan Budi Gunawan dalam dugaan kasus korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan pada 2015 lalu.

"Saya tidak pernah meneror Endang Tarsa, ada saksinya saya bawa ke sini. Pada saat itu kasusnya Pak Budi Gunawan, Saya tahu Pak Budi Gunawan dizalimi karena saya orang hukum, Pak Budi dipaksakan untuk jadi tersangka saya tahu karena saya orang hukum," ungkap Antam dengan nada suara berapi-api.

Menurut Antam, berdasarkan bukti yang ada padanya ia ingin sekali membantu Budi Gunawan yang saat itu dicalonkan sebagai Kapolri. "Pada saat itu saya mendengar dari KPK ada adik-adik di sana menyampaikan Pak Endang Tarsa ingin bertemu dengan saya untuk menyampaikan beberapa hal yang menguntungkan di persidangan KPK tentang Pak Budi Gunawan, oh siapa tidak semangat dikatakan begitu betul nggak?" tambah Antam masih dengan nada tinggi.

Ia mengaku bersemangat karena Endang saat itu berpangkat komisaris besar (kombes) dan menjabat sebagai Plt Direktur Penyidikan. "Wah bahagia kali Saya, jadi tiga orang berangkat untuk bertemu, ada saya, Irjen Agung, dan lalu Dewi. Dewi ini bukan polwan, dia ini PNS, saya bawa ke sini," ungkap Antam.

Dewi yang mengenakan jilbab hitam dan duduk di bangku penonton pun bangkit berdiri dan mengangguk ke arah Antam. "Kami berangkat ke McD naik taksi ketemu Pak Endang Tarsa dan anaknya, 'Ndang loe mau jadi saksi untuk ngomong KPK salah?' Pokoknya janji angin surga saat itu. Silakan tonton dari awal sampai akhir CCTV-nya, KPK punya itu. Silakan lihat dan di akhir kami pokoknya dari awal sampai akhir senang bahagia, polisi mau bela polisi," cerita Antam bersemangat.

Tetapi cerita bahagia itu pun berubah. "Besoknya ternyata tidak begitu. Marah saya, dibohongi sama kolonel di KPK, di lembaga yang dianggap suci, saya ditelepon lalu telepon itu direkam, rekaman ada di KPK," ungkap Antam.

"Pak jangan marah ya Pak," sela ketua pansel Yenti Ganarsih.

"Saya nggak marah, ini hanya wartawan nanya tiap hari. Saya tanya 'Endang Tarsa loe takut sama Tuhan atau Abraham Samad? (Dia jawab) Abraham Samad, gila ada rekamannya itu. Masak KPK dielu-elukan tapi awaknya begitu kita ingin masuk, 3 tahun saya dipojokkan terus," tegas Antam.

"Sabar Pak, lalu apa yang dilakukan terhadap Pak Endang? Tapi tidak usah marah-marah," sela Yenti lagi.

"Dua tahun lalu dia (Endang) pensiun, Saya yang tanda tangani administrasi pensiunannya, tidak ada yang ditunda-tunda, ngapain dendam? Tapi dia juga nggak ketemu saya, kalau merasa diteror kenapa ditempokan? Maksudnya saya dimasukkan ke majalah Tempo, kenapa nggak dipolisikan? Kan dia penegak hukum, ada anaknya loh sebagai saksi," ungkap Antam menggebu-gebu.

Ia pun menilai bahwa KPK dan orang-orang di dalam KPK penuh dengan opini. "Dia melakukan teror, seharusnya dia penegak hukum melaksanakan hukum bukan beropini terus, ini penggiringan opini harus diubah, KPK harus diubah," tambah Antam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement