REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat 81 kali gempa di Kecamatan Nanggung, di Baratdaya Gunung Salak, Kabupaten Bogor. Rentetan gempa itu terhitung sejak 10 Agustus 2019 hingga Sabtu (24/8).
Dari sekian banyak gempa tersebut, delapan gempa di antaranya dirasakan warga. Pada 19 Agustus dirasakan dua kali, 21 Agustus dirasakan tiga kali, 23 Agustus dirasakan dua kali, dan 24 Agustus pagi dini baru dirasakan sekali pukul 00.52.39 WIB berkekuatan M 2,7.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan, guncangan tersebut dilaporkan dirasakan di wilayah Kecamatan Nanggung dan sekitarnya dalam skala intensitas II-III MMI. Efeknya benda-benda ringan yang digantung akan bergoyang. Bahkan dalam getaran yang terbesar, terjadi pada Jumat 23 Agustus 2019 pukul 11.10.59 WIB menyebabkan beberapa rumah warga rusak, seperti atap/genting rumah berjatuhan, retakan dinding tembok, dan plester dinding tembok terlepas.
"Puluhan rumah yang terdampak gempa ini tersebar di lima kampung yang masing-masing berada di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor," kata Rahmat dalam siaran pers, Ahad (24/8).
Rahmat mengakui banyak pertanyaan dilontarkan kepada BMKG terkait meningkatnya aktivitas gempa. Menurutnya, aktivitas gempa ini layak disebut sebagai jenis swarm karena gempa yang terjadi sangat banyak, tetapi tidak ada yang magnitudo yang sangat menonjol. Selain itu, rata-rata magnitudo gempanya relatif kecil, kurang dari M 4,0. "Klaster sebaran pusat gempa sangat lokal terkosentrasi di baratdaya Gunung Salak," ujarnya.
Rahmat menyampaikan hasil analisis mekanisme sumber salah satu gempa signifikan menunjukkan gempa dibangkitkan penyesaran kombinasi gerakan mendatar dan naik (oblique thrust fault) dengan kecenderungan strike berarah utara-selatan. Namun demikian, hingga kini belum ada referensi struktur sesar aktif yang diduga menjadi pembangkit gempa ini.
"Dari salah satu kajian sudah mengungkap adanya klaster gempa di barat daya Gunung Salak ini. Di wilayah ini pernah terjadi 9 kali gempa selama periode 2011-2015 dengan magnitudo M 2,0 - M 4,6," sebut Rahmat.
Peta Seismisitas Jawa Barat dan Banten periode 1990-2000 juga tampak adanya klaster gempa yang mencolok di baratdaya Gunung Salak. Dengan begitu, ia menganggap aktivitas gempa Klaster Bogor sudah terjadi sejak dulu dan merupakan cerminan berlangsungnya proses pelepasan tegangan pada batuan kulit bumi yang rapuh (brittle) di daerah tersebut.
Dalam beberapa kasus swarm juga, kata Rahmat, dapat terjadi di kawasan gunung api. Sebab swarm dapat terjadi bilamana batuan mengalami akumulasi tegangan berkaitan aktivitas pergerakan dan tekanan magma. "Untuk menjawab apakah fenomena swarm Bogor ini berkaitan dengan aktivitas sesar (tektonik) atau vulkanisme, tampaknya masih masih perlu dilakukan kajian yang mendalam," jelasnya.