Ahad 25 Aug 2019 00:33 WIB

BMKG: Aktivitas Gempa di Pulau Kalimantan Paling Rendah

Pulau Kalimantan tetap punya struktur sesar dan memiliki catatan aktivitas gempa.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Endro Yuwanto
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima katalog gempa bumi dan tsunami dari Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati (kiri) saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BMKG tahun 2019 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima katalog gempa bumi dan tsunami dari Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati (kiri) saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BMKG tahun 2019 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendata Kalimantan sebagai satu-satunya pulau di Indonesia dengan tingkat aktivitas kegempaan relatif paling rendah. Walau begitu, Pulau Kalimantan tetap punya struktur sesar dan memiliki catatan aktivitas gempa bumi.

"Tetapi secara umum wilayah Pulau Kalimantan masih relatif lebih aman jika dibanding daerah lain di Indonesia, seperti Pulau Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan Papua yang memiliki catatan sejarah gempa merusak dan menimbulkan korban jiwa sangat besar," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Sabtu (24/8).

Dwikorita memaparkan, kondisi seismisitas Kalimantan yang relatif rendah ini berdasarkan sejumlah fakta. Di antaranya ialah wilayah Pulau Kalimamtan memiliki jumlah struktur sesar aktif yang jauh lebih sedikit daripada pulau-pulau lain di Indonesia.

Kedua, lanjut Dwikorita, wilayah Pulau Kalimantan lokasinya cukup jauh dari zona tumbukan lempeng (megathrust). Sehingga suplai energi yang membangun medan tegangan terhadap zona seismogenik di Kalimantan tidak sekuat dengan akumulasi medan tegangan zona seismogenik yang lebih dekat zona tumbukan lempeng.

"Dan ketiga, beberapa struktur sesar di Kalimantan kondisinya sudah berumur tersier sehingga segmentasinya banyak yang sudah tidak aktif lagi dalam memicu gempa," jelas Dwikorita.

Namun demikian, untuk mengantisipasi terjadinya bencana khususnya di wilayah pesisir Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan yang berhadapan dengan sumber gempa, maka menurut Dwikorita perlu disusun strategi mitigasi bencana. Caranya dengan menyiapkan tata ruang pantai agar masyarakat pesisir lebih aman. "Tata ruang pemanfaatan daerah pesisir harus berbasis mitigasi bencana. Ini penting guna mengantisipasi bencana tsunami di pantai rawan tsunami dan tangguh menghadapi tsunami," jelasnya.

Selain itu, lanjut Dwikorita, konsep evakuasi mandiri juga menjadi pilihan tepat dan efektif untuk menyelamatkan masyarakat dari ancaman tsunami. Evakuasi mandiri dengan menjadikan guncangan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami alami dapat menjamin keselamatan masyarakat.

Dwikorita melanjutkan, edukasi evakuasi mandiri dan pelatihan evakuasi (drill) akan menjadi materi penting dalam kegiatan sosialisasi untuk masyarakat dan stakeholder di wilayah pantai rawan tsunami oleh berbagai lembaga terkait, seperti BNPB, BPBD, dan BMKG. Masyarakat yang ditinggal di zona sesar aktif dan di kawasan pesisir, harus memahami bagaimana cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami.

Deputi Geofisika BMKG Mohammad Sadly menambahkan, Pulau Kalimantan relatif lebih aman secara seismik jika dibandingkan dengan pulau-pulau besar di Indonesia. Meski demikian, saat ini BMKG bersama kementerian dan lembaga terkait sedang menyiapkan sistem monitoring gempa dan langkah-langkah mitigasi gempa bumi dan tsunami yang lebih mumpuni untuk menjaga keselamatan masyarakat dan keberlanjutan perekonomian di calon wilayah ibu kota negara tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement