REPUBLIKA.CO.ID, TABANAN -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas meminta Ansor dan Banser dalam satu barisan dan komando untuk selalu menjaga persatuan dan harmonisasi sesama anak bangsa demi menjaga keutuhan NKRI. Seruan ini berkaitan dengan kericuhan di Provinsi Papua beberapa waktu lalu.
"Saya tidak mau mendengar ada kader Ansor dan Banser yang bermasalah dengan warga masyarakat di mana dia tinggal, termasuk di Bali ini yang mayoritas beragama Hindu. Ingat di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Hormati budayanya, agamanya, dan jangan menyinggung atau merendahkan keyakinan saudara-saudara kita," katanya di Tabanan, Kamis malam (22/8).
Saat memberikan orasi kebangsaan sekaligus membuka Pelatihan Kepemimpinan LanjutanGP Ansor, Diklatsus Nasional III Provost Banser, dan Dirosah Wustho kiai muda se-Bali, di Ponpes Raudlotul Huffadz, Tabanan, ia mengatakan Ansor dan Banser wajib menjaga keutuhan NKRI, karena NKRI bagian hasil dari perjuangan para kiai dan ulama NU.
"Bagi Ansor dan Banser, NKRI juga hasil perjuangan para kiai dan ulama NU, sehingga NKRI adalah harga diri kita, kehormatan kita,maka wajib hukumnya dengan apa pun, dengan darah dan nyawa kita semua untuk dipertahankan," katanya.
Untuk di Provinsi Bali saat ini, setidaknya ada lebih dari 3.000 Banser yang bersinergi dengan TNI, Polri, pecalang menjaga keamanan dan kerukunan masyarakat. "Jika kader Banser semakin banyak, maka Bali dan NKRI pasti aman," katanya.
Dalam kesempatan itu, ia menilai pemerintah perlu mengubah strategi pendekatan kepada masyarakat Papua. "Jangan lagi melakukan pendekatan by infrastruktur," katanya dalam acara yang juga dihadiri Sekjen dan jajaran pimpinan pusat GP Ansor, serta para pejabat pemerintah, tokoh-tokoh agama setempat, dan TNI/Polri.
Menurut pria yang disapa Gus Yaqut ini, proyek jalan Trans-Papua selama ini menjadi salah satu pemicu konflik di Bumi Cendrawasih itu, padahal masyarakat setempat belum tentu membutuhkan proyek itu. Pendekatan kepada masyarakat Papua, lanjut dia, adalah dengan cara menyentuh hati mereka.
"Ajaklah masyarakat Papua bicara dari hati ke hati. Apa yang sebenarnya dibutuhkan," kata Gus Yaqut.
Dia lalu mencontohkan pendekatan yang dilakukan Presiden keempat KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Kala itu, Gus Dur setuju dengan perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua.
Gus Dur juga mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora saat ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hanya saja, bendera Bintang Kejora yang dikibarkan tidak boleh lebih tinggi dari bendera merah putih.
Menurut Gus Yaqut, bendera Bintang Kejora yang dipahami dalam perspektif Gus Dur hanya simbol kultural, bukan negara. "Kata Gus Dur waktu itu, bendera OPM, ya sama dengan bendera PSSI-lah," ujarnya.
Gus Yaqut pun menyarankan Presiden Jokowi segera datang ke Papua. "Masyarakat Papua itu ramah dan merasa nyaman berada dalam pangkuan NKRI. Yang ingin merdeka itu hanya OPM," katanya.