REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kebakaran lahan gambut berkepanjangan terjadi di sebagian besar wilayah provinsi Riau pada tahun 2012-2015. Salah satu lahan gambut yang terbakar terdapat di Kelurahan Sungai Pakning, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis.
Sadikin, salah satu warga yang tinggal di RW 06 di kelurahan tersebut tergerak menjadi relawan Masyarakat Peduli Api (MPA) yang diinisiasi oleh Kelurahan Sei Pakning untuk memadamkan api. Kebakaran mengakibatkan bencana asap yang tidak hanya mengganggu aktivitas masyarakat, namun juga merugikan secara materiil dan moril.
“Saat itu, panen pertanian dan perkebunan warga hilang begitu saja. Banyak masyarakat terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Bahkan tahun 2015 putri saya berusia 3 tahun meninggal karena mengalami sesak napas berkepanjangan akibat kabut asap yang terjadi saat itu,” ungkapnya.
Sadikin tidak mau larut dalam kesedihan. Walaupun lahan gambut yang dimilikinya tidak ikut terbakar, sebagai relawan MPA, ia bersama beberapa warga RW 06 yang biasa disebut Kampung Jawa tersebut berinisiatif melanjutkan pemadaman. Mereka membentuk tim Masyarakat Gotong Royong Pencegah Karlahut (Kebakaran Lahan Gambut) yang dibina oleh Polsek Bukit Batu.
“Karena di Kelurahan Sei Pakning ada dua tim relawan pemadam Karlahut yang fungsinya sama, akhirnya disepakati digabung dengan nama Masyarakat Peduli Api (MPA) hingga saat ini,” ucap Sadikin.
Ia bersyukur, kebakaran lahan gambut di Kampung Jawa dapat dipadamkan. Agar produktif kembali, masing-masing pemilik lahan menanami kembali. Ada yang menanami dengan kayu hutan, karet, dan sawit, sedangkan sebagian lainnya secara berkelompok menanam nanas dan tanaman buah lainnya.
“Lahan di RW 06 tidak semuanya milik warga Kampung Jawa. Jadi tidak semua lahan gambut di RW 06 ditanam nanas,” ucap Sadikin.
Sadikin bersama warga Kampung Jawa lainnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Tunas Makmur menanam nanas dan tanaman buah lainnya di atas lahan 14,5 hektare milik salah satu warga Kampung Jawa. “Kami terdiri dari 15 orang dan lima di antaranya adalah anggota MPA,” kata dia.
Sadikin.
Bukan tanpa alasan Kelompok Tani Tunas Makmur menanam nanas di atas lahan gambut. Karena jenis tanaman ini merupakan tanaman yang paling tahan terhadap lahan masam, sesuai kateristik lahan gambut. Pada tanah pH 3,0, nanas tumbuh dan berproduksi dengan baik, padahal tanaman lain pasti mendapat gangguan pertumbuhan dan hasil.
“Dengan menanam nanas, kita tidak perlu melakukan pembakaran lahan seperti yang dilakukan jika menanam pohon jenis lainnya. Perawatannya pun mudah,” kata Sadikin.
Upaya Sadikin dan Kelompok Tani Tunas Makmur membuahkan hasil yang menggembirakan. Nanas yang ditanam sejak 2015, 14 bulan kemudian berhasil panen. Setelah itu, berturut-turut enam bulan kemudian mereka panen kembali, disusul panen tiga bulan kemudian.
“Setelah panen ketiga, kita harus meremajakan lagi kebun nanas agar buah yang dihasilkan tetap besar dan bagus. Hasil panen ada yang dijual segar, ada juga yang diolah menjadi kripik nanas, dodol, manisan, wajik nanas, selai, sirup, dan olahan lainnya oleh para istri petani nanas,” kata Sadikin.
Agar hasil jerih payah warga Kampung Jawa dikelola dengan baik, warga Kampung Jawa sepakat membentuk Koperasi Tunas Makmur.
Kelompok Tani Tunas Makmur menanam nanas di atas lahan gambut.
Hibahkan lahan pribadi
Salah satu obsesi Sadikin menjadikan lingkungan di sekitarnya bebas dari kebakaran lahan gambut. Selain itu, sebagai bentuk kerinduannya pada sang puteri, ia membuat taman bermain di atas lahan gambut yang dimilikinya seluas 1 km.
“Selain ada fasilitas bermain, lahan tersebut saya tanami pohon buah-buahan seperti jambu air, rambutan, mangga, jeruk kwini, durian, dan cempedak. Lahan tersebut menjadi sejuk dan dapat menjadi tempat bermain anak-anak Kampung Jawa,” tuturnya.
Seiring berjalannya waktu, pada 2016, taman bermain tersebut diubah menjadi Arboretum gambut pertama di Sumatera. Arboretum Gambut tersebut memiliki daya tarik tersendiri karena menyimpan lima tanaman endemik Sumatera yang salah satunya tercatat sebagai hampir punah (vulnerable) di IUCN, yaitu Kantung Semar (Nepenthes spectabillis).
Arboretum gambut ini diberi nama Marsawa yang berasal dari singkatan Marsela, Sadikin, Wati, Wahyu. Arboretum ini menjadi salah satu sarana eduwisata yang dikelola oleh Koperasi Tunas Makmur sehingga selain memberikan dampak ekonomi bagi warga Kampung Jawa, juga memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan dengan dijadikan penelitian dan kunjungan studi.
Sadikin sangat senang karena makin banyak masyarakat berbagai kalangan yang berkunjung ke Arboretum Gambut Marsawa. Setiap hari, ia dan beberapa anggota koperasi membuka ekowisata ini mulai pukul 14.00 – 17.30 WIB pada hari Senin - Kamis, dan pukul 08.00 – 17.30 WIB pada Sabtu – Ahad.
“Jika ada siswa atau mahasiswa yang mau melakukan penelitian atau kepentingan pendidikan lainnya, kami bisa melayani kapan saja,” kata dia.