Senin 19 Aug 2019 14:18 WIB

Polri: Konten Hoaks di Medsos Biang Kerusuhan di Manokwari

Polri menyatakan konten itu sebagai hoaks karena membantah melakukan rasisme.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ratna Puspita
Massa membakar ban saat kerusuhan di pintu masuk Jl. Trikora Wosi Manokwari, Senin (19/8/2019). Aksi ini merupakan buntut dari kemarahan mereka atas peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang.
Foto: ANTARA FOTO/Toyiban
Massa membakar ban saat kerusuhan di pintu masuk Jl. Trikora Wosi Manokwari, Senin (19/8/2019). Aksi ini merupakan buntut dari kemarahan mereka atas peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menduga penyimpangan informasi di media sosial sebagai biang kerusuhan di Kota Manokwari, Papua, Senin (19/8). Polri menyatakan dua konten di media sosial membawa sentimen etnis di Papua yang membuat warga turun ke jalan di Kota Manokwari, Jayapura, dan Sorong, Senin (19/8).

Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan dua konten tersebut menuduh kepolisian melakukan tindakan rasisme saat insiden pengepungan dan evakuasi mahasiswa di asrama Papua di Surabaya, Jawa Timur (Jatim),  pada Sabtu (17/8). “Jadi aksi (kerusuhan) di Manokwari ini lebih banyak dipicu dari konten-konten yang bersifat hoaks di medsos,” kata saat dijumpai di ruang kerjanya di Humas Polri, Senin (19/8).

Baca Juga

Dedi mengatakan, ada dua konten bohong yang tersebar di media sosial terkait insiden yang melibatkan mahasiswa asal Papua, di Surabaya. Pertama, konten yang menyebutkan ada mahasiswa Papua yang meninggal dunia lantaran bentrokan saat kepolisian melakukan evakuasi di Jalan Kalasan. 

“Itu hoaks (berita bohong). Semuanya 43 yang sempat diamankan, sudah dikembalikan ke asrama,” kata dia.

Kedua, Dedi menyebutkan, penyebaran video yang menebalkan tuduhan konten rasisme oleh aparat kepolisian saat melakukan pengepungan di asrama tersebut. Dedi menambahkan Polri menyatakan dua konten tersebut sebagai hoaks karena polisi tidak melakukan tindakan rasisme. 

“Yang rasis yang mana? Tidak ada tindakan rasis. Yang rasis tidak ada. Tidak ada yang rasis seperti itu. Justru kita mengevakuasi. Mengevakuasi agar tidak terjadi bentrokan, agar jangan sampai terjadi korban,” terang Dedi.

Selain itu, ia mengatakan, peristiwa di Surabaya itu sudah berakhir dengan sangat kondusif. Ia menambahkan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan mengusut penyebar konten. 

"Saat ini kita (kepolisian) sudah melakukan profiling (identifikasi) penyebar konten-konten hoaks itu. Karena narasi dalam konten itu menyampaikan hoaks yang sifatnya diskrimatif terhadap warga Papua,” sambung Dedi.

Kepolisian, kata dia, akan mengusut dan menangkap pelaku penyebaran konten yang dianggap bohong tersebut. Sebab menurut Dedi, video-video yang menyajikan kebohongan tersebut, Polri anggap memicu keresahan dan kegaduhan yang terbukti membawa dampak buruk bagi kultur kondusif di Papua.

“Kalau dari kepolisian melihatnya ini dari siapa yang menyebarkan video-video tersebut. Akun-akun yang menyebarkan video tersebut mengakibatkan kegaduhan di medsos, maupun kegaduhan yang memprovokasi warga di Papua,” ujar Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement