Sabtu 17 Aug 2019 18:27 WIB

Hasto Tegaskan Jokowi dan PDIP Sejalan Terkait GBHN

Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung merupakan kedaulatan rakyat.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) berbincang dengan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, sebelum konferensi pers tentang pengukuhan dirinya sebagai Ketua Umum PDIP periode 2019-2024 dalam Kongres V PDI Perjuangan di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (8/8/2019).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) berbincang dengan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, sebelum konferensi pers tentang pengukuhan dirinya sebagai Ketua Umum PDIP periode 2019-2024 dalam Kongres V PDI Perjuangan di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (8/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PDIP sejalan terkait wacana menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal tersebut disampaikannya disela-sela peringatan kemerdekaan Republik Indonesia yang digelar PDIP di Lapangan Blok S, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Tidak ada perbedaan dengan Presiden Jokowi karena apa yang disampaikan Pak Jokowi tidak mengubah substansi terkait pilpres yang dipilih secara langsung oleh rakyat," katanya, di Jakarta, Sabtu (17/8).

Hasto menegaskan, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung merupakan kedaulatan rakyat sebagai semangat reformasi. Menurut dia, amendemen terbatas UUD 1945 terkait GBHN sebenarnya sudah cukup lama dibahas di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI ketika dipimpin Taufik Kiemas (almarhum).

"Karena kita memahami pentingnya haluan negara. Kita negara kepulauan terbesar, negara yang punya tanggung jawab sejarah untuk menjadi pemimpin bangsa," katanya.

Itulah sebabnya, kata dia, bangsa Indonesia harus bergerak maju, termasuk amendemen terbatas haluan negara itu yang menjadu penting dan strategis. "Haluan negara itu memuat kebijakan pokok politik ekonomi, politik pembangunan, politik demokrasi, politik kebudayaan, politik hukum, dan politik untuk kesejahteraan rakyat itu sendiri," katanya.

Semuanya, kata dia, harus diperjuangkan dalam perencanaan menyeluruh dan terintegrasi, mengikat seluruh lembaga tinggi negara dan pemerintah, dari pusat sampai daerah. "Amendemen terbatas tidak merubah tata cara pilpres secara langsung oleh rakyat. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara sikap PDIP dengan Presiden Jokowi. Semua senapas," katanya.

Sebagaimana diwartakan di media, Presiden Jokowi mengisyaratkan menolak amendemen terbatas UUD 1945 untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang menetapkan GBHN. Kongres V PDIP merekomendasikan agar MPR kembali diberikan kewenangan menetapkan GBHN.

PDIP menilai presiden tetap harus dipilih rakyat sebagai bentuk kedaulatan rakyat,. Namun, terkait haluan negara diperlukan garis besar yang ditetapkan MPR sebagai representasi seluruh rakyat Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement