Rabu 14 Aug 2019 18:48 WIB

Pihak Gereja Kingmi Minta Jokowi Tarik Pasukan dari Nduga

Banyak warga Nduga mengungsi akibat konflik antara TNI-Polri dan KKSB.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Prajurit TNI bersiap menaiki helikopter menuju Nduga di Wamena, Papua, Rabu (5/12).
Foto: Antara/Iwan Adisaputra
Prajurit TNI bersiap menaiki helikopter menuju Nduga di Wamena, Papua, Rabu (5/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widdo (Jokowi) diminta untuk menarik pasukan TNI-Polri dari Nduga, Papua. Hal tersebut dinilai perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan wilayah kehidupan masyarakat Nduga.

"Ini untuk menjaga kestabilan wilayah kehidupan masyarakat Nduga," ujar Kordinator Gereja Kingmi di Tanah Papua Kabupaten Jayawijaya, Esmon Walilo, pada konferensi pers di Amnesty International Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).

Baca Juga

Esmon mengatakan, warga Nduga banyak yang mengungsi dari tempat tinggalnya karena adanya konflik antara TNI-Polri dengan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). Konflik yang menurutnya berakar dari persoalan penyerangan pekerja PT Istaka Karya akhir tahun lalu.

"Ada tiga kategori, pertama kedua itu masih di wilayah Nduga, baik ke hutan maupun ke distrik Paro atau ke Kenyam. Ketiga, ini yang keluar ini ke Asmat, Yahukimo, Jayawijaya, Wamena, dan beberapa lainnya," terang dia.

Laporan sementara yang ia dapatkan, setidaknya terdapat 12 ribu warga yang mengungsi dari Nduga ke lokasi lain. Jumlah tersebut berasal dari dua kabupaten di luar Nduga. Esmon mengaku akan terus melakukan pemutakhiran jumlah pengungsi ke depannya.

"Kami belum tahu di kabupaten-kabupaten lain. Ini PR kami untuk cari data keseluruhan agar tahu jumlah terakhir," ungkapnya.

Di samping itu, pria yang tergabung dalam Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga Provinsi Papua itu juga mendesak agar akses dan jaminan keamanan diberikan kepada jurnalis, investigator HAM dan pekerja kemanusiaan. Itu perlu dilakukan agar mereka bisa dengan aman melihat situasi sebenarna yang ada di Nduga.

Sebanyak 53 orang pengungsi korban konflik Nduga di Papua meninggal selama Desember 2018 hingga Juli 2019. Penyebabnya ada beberapa faktor, di antaranya sakit dan karena faltor usia yang sudah lanjut.

"Data pemkab dan Kemenkes yang sudah divalidasi, 53 orang meninggal di antaranya 23 anak-anak tapi karena sakit, usia dan berbagai faktor lainnya. Tidak benar berita lebih dari 130 orang meninggal dalam pengungsian," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat di Wamena Papua, Selasa (30/7).

"Harus pula dibentuk tim Komite Penyelidik Pelanggar HAM Ad Hoc untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM pasca kejadian Desember 2018 di Nduga," jelas dia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement