Selasa 20 Apr 2021 15:13 WIB

Dua Magasin Dibawa Kabur Membelot ke OPM

TNI masih memburu prajuritnya yang kabur dan membelot ke TPNPB-OPM.

Amunisi (ilustrasi)
Foto: Antara
Amunisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ronggo Astungkoro

Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Andika Perkasa, mengungkapkan prajuritnya yang membelot ke kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) kabur tidak dengan tangan kosong. Prajurit yang menjadi prajurit sejak 2015 lalu itu membawa dua magasin dengan isi 70 butir amunisi kaliber 5,56 milimeter.

Baca Juga

"Senjata ditinggal semua, perlengkapan ditinggal, kecuali ada satu yang dibawa. Yang dibawa ada dua magasin. Magasin itu rumahnya peluru. Rumahnya peluru yang dimasukkan ke dalam senjata," ungkap Andika di Markas Pomdam Jaya, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (20/4).

Andika mengatakan, di dalam dua magasin yang dibawa kabur itu terdapat 70 butir munisi kaliber 5,56 milimeter. Dia menjelaskan, yang bersangkutan diketahui kabur dari posnya oleh kawan-kawan dan atasannya pada 12 Februari lalu. Sejak saat itu, penanganan kasus tersebut dilakukan.

"Sampai sekarang proses masih terus kita tangani. Beberapa pasal sudah kita kenakan termasuk THTI atau Tidak Hadir Tanpa Izin yang setelah 30 hari kita sudah bisa memecat yang bersangkutan," kata dia.

Meski begitu, dia menyatakan, pencarian kepada yang bersangkutan terus dilakukan secara fisik maupun elektronik. Berdasarkan informasi sementara yang dia dapatkan, prajurit tersebut masih berada di wilayah Papua dan sekitarnya.

Andika mengungkapkan, adanya prajurit yang lari atau meninggalkan dinas dan tak kembali lagi cukup sering terjadi. Motivasinya beragam, mulai dari merasa tidak cocok menjadi prajurit hingga persoalan-persoalan lainnya.

"Saya terbuka, enggak bohong. Setiap tahun begitu banyak (prajurit yang lari dan tak kembali)," ungkap Andika.

Menurut Andika, motivasi yang dimiliki mantan-mantan prajurit yang kabur tersebut beragam. Dia memberi contoh, yakni ada yang kabur karena terlilit hutang, merasa diri tidak cocok menjadi prajurit, tersangkut masalah asusila, dan lain-lain.

"Macam-macam itu begitu banyak. Dan itu dilakukan oleh prajurit dengan latar belakang maupun etnis yang beda-beda. Kami tidak akan ambil kesimpulan bahwa ini ada hubungan dengan putra daerah," kata dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Achmad Riad, mengungkapkan, pihaknya sudah mengeluarkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap anggotanya yang membelot ke KKSB. Pencarian akan terus dilakukan terhadap yang bersangkutan.

"Sesuai dengan yang disampaikan dari pihak satuan di sana, yang jelas proses ini pasti sudah ada. Akan dikejar dan sudah ada DPO, istilahnya dikeluarkan surat dari Kodam sana, jadi akan dicari," ujar Riad saat ditemui di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (19/4).

Dia menyatakan, pihaknya akan terus melakukan terhadap prajurit yang sudah membelot sejak Februari 2021 lalu itu. Menurut Riad, aturan mengenai desersi alias lari dari dinas ketentaraan atau tindakan membelot ke musuh sudah dimiliki TNI.

"Yang jelas aturan TNI sudah ada tentang desersi dan segala macamnya," kata dia.

Riad menjelaskan, kans akan kejadian pembelotan seperti itu tidak bisa semerta-merta dipukul rata terhadap prajurit-prajurit lainnya. Namun, untuk melakukan pencegahan kasus serupa tak kembali terjadi, proses penyaringan akan lebih diperketat.

"Dulu juga pernah ada kan yang waktu di Aceh. Jadi ini kasuistis saja, artinya tidak bisa semua dipukul rata. Yang jelas pasti kita antisipasi jadi di prosesnya (skrining) nanti," kata dia.

Sebelumnya, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom, menyatakan ada seorang prajurit TNI yang bergabung dengan TPNPB-OPM. Pihak TNI sendiri telah menyatakan tengah melakukan pencarian terhadap yang bersangkutan.

"Lucky Matuan adalah mantan anggota TNI yang bergabung dengan, TPNPB bertugas di Pos Bulapa dan dia juga kembali serang di Pos TNI Bulapa," ujar Sebby saat dikonfirmasi, Jumat (16/4).

Sebby mengatakan, Lucky bergabung ke TPNPB-OPM pada Februari 2021 lalu dan langsung menjadi komandan lapangan. Menurut dia, Lucky bergabung karena dengan lihaknya karena kerap melihat anggota TNI yang suka menembaki masyarakat, termasuk pendeta, di Papua.

"Dia lihat anggota TNI suka tembak masyrakat sipil, termasuk pendeta," kata Sebby.

Menurut Sebby, Lucky pernah menyampaikan Kabupaten Intan Jaya adalah lapangan perang antara TPNPB dengan TNI-Polri. Terkait serangan di Pos TNI Bulapa, Sebby mengatakan, dalam serangan itu pihaknya menembak tiga anggota TNI di pos.

"Dan pasukan kami tidak ada yang jadi korban. Kami semua aman dan kembali ke tempat kami," kata Sebby.

Sebby juga mengatakan, pihaknya meminta TNI-Polri untuk tidak menggunakan tenaga masyarak sipil untuk memata-matai TPNPB-OPM dengan alasan apa pun. Menurut Sebby, pendeta di gereja, guru di sekolah, mantra maupun dokter, tukang bangunakan, ojek, penjual pakaian, dan lainnya digunakan untuk memata-matai.

Diduga terdesak

Belakangan, KKSB kerap melakukan tindak kekerasan hingga pembunuhan di Papua. TNI menduga hal itu karena KSSB merasa semakin terdesak.

"Aparat akan mempersempit ruang geraknya sampai pada titik terlemahnya menyerahkan diri ke NKRI dengan bersama-sama membangun papua atau dibabat habis sampai ke akar-akarnya," ujar Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III, Kolonel Czi IGN Suriastawa, kepada Republika, Rabu (14/4).

Suriastawa menduga, tindak kekerasan berupa penembakan ke sejumlah warga sipil belakangan ini dilakukan oleh KKSB lantaran rencana strategis gerakan mereka sudah terbongkar. Dia juga menduga hal itu dilakukan sebagai upaya memperlihatkan eksistensi mereka kepada negara-negara asing pendonor gerakannya.

"Mau tidak mau mempertegas melalui front bersenjatanya, itu pun posisi Benny Wenda dan Veronica Koman juga mulai terasa ketar-ketir karena rencana strategis mereka untuk dapat dukungan dana negara pendonor akan semakin sulit," jelas Suriastawa.

"Intinya dengan semakin terdesaknya OPM seiring berjalannya waktu maka kegiatannya akan lebih banyak meneror rakyat yang lemah," sambung dia.

Suriastawa juga pernah menerangkan, meski terdapat banyak faksi di tubuh KKSB dan saling berebut kepentingan di internalnya, secara garis besar kelompok itu terdiri dari tiga sayap gerakan, yakni sayap politik, klandestin, dan bersenjata. Menurut dia, sayap gerakan tersebut memanfaatkan media sosial untuk saling berkomunikasi, merencanakan aksi, dan menyebarkan berita bohong untuk membentuk opini buruk tentang pemerintah Indonesia. Itu termasuk juga terhadap TNI-Polri terkait masalah Papua melalui berbagai platform media sosial.

“Jadi yang dihadapi bukan hanya KKSB yang ada di gunung-gunung saja, tetapi juga politik (dalam dan luar negeri) dan kelompok klandestin yang bisa berprofesi apapun,” ujar Suriastawa.

Suriastawa mengatakan, KKSB di media sosial kerap memberitakan berhasil menembak mati puluhan TNI-Polri dengan menyebut waktu dan tempat tertentu. Menurut dia, itu dilakukan agar kabar tersebut seolah-olah benar terjadi, padahal berita tersebut bohong.

Menurut Suriastawa, penyebaran berita bohong dari KKSB bertujuan untuk memprovokasi, mengintimidasi sekaligus membentuk opini gerakan sayap bersenjata mereka selalu unggul. Sebaliknya, kata dia, setiap korban yang jatuh akibat kontak tembak dan aksi penindakan dari TNI-Polri, diklaim sebagai warga sipil.

"Bila terjadi kontak, orang yang selamat bertugas membawa kabur senjata. Kemudian di-posting di medsos mereka bahwa korban adalah warga sipil karena tidak bersenjata,” jelas dia.

photo
Skenario Pemekaran Papua - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement