REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengingatkan agar para pengusaha berhati-hati dan tak meladeni pihak yang mengaku-aku bisa mengurus kuota impor. Dia meminta pengusaha tidak terjerat calo yang mengaku bisa mengurus jatah impor dengan membawa-bawa nama pejabat negara.
"Karena semua proses dilakukan dengan transparan, bisa diakses publik di website Kemendag. Jadi, buat apa suap-suap seperti kasus yang kini ditangani KPK. Kepada pengusaha-pengusaha, saya tegas nyatakan agar berhati-hati terhadap mereka-meraka yang jual nama pejabat untuk urus impor dan lainnya," kata Enggar, Senin (12/8).
Pihak manapun yang berbuat nakal dalam proses impor, dikatakan Mendag, bakal berurusan dengan penegak hukum. Di sisi lain, Enggar juga telah memerintahkan jajarannya untuk mengecek importir yang terjaring KPK apa pernah berurusan dengan importasi.
Dari penelusuran, diduga ada kerabat dari yang bersangkutan melakukan importasi nakal bahkan sudah ada putusan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan itu.
"Saya tegaskan Kemendag tidak mengakomodir pengusaha ini, yang disinyalir kerabatnya pernah kena sanksi hukum sebagai penegasan asas GCG," ditegaskannya.
Enggar kembali menjelaskan proses impor bawang putih dimulai dengan rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Dalam RPIH itu juga ada poin wajib tanam 5% dari kuota impor. Setelah itu dipenuhi dan ada verifikasi, baru ke Kementerian Perdagangan.
Di kesempatan terpisah, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan bahwa kasus korupsi suap pengurusan kuota dan perizinan impor bawang putih sangat menarik. Hal itu karena ada nama anggota Komisi VI DPR yang dapat dianggap mampu untuk menjadi 'jembatan' pengurusan izin dari tersangka lainnya, yakni CS.
Padahal, kata Ray, sejatinya urusan kuota dan izin impor menjadi kewenangan sepenuhnya dari kementerian terkait. Sehingga, seharusnya sudah tidak ada campur tangan dari anggota DPR atau oknum-oknum tertentu untuk 'bermain'.
"Yang menarik, dalam kondisi ini masih saja ada hubungan impor dengan anggota DPR, yang sejatinya sudah tidak ada. Ini yang harus dikoreksi," katanya.