REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Banyumas Ariono Poerwanto menyatakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menyiagakan sukarelawan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya erupsi Gunung Slamet.
"Kami dalam waktu dekat akan mengadakan pertemuan dengan para sukarelawan. Namun secara 'online' melalui grup 'Whatsapp' kami telah memosisikan para sukarelawan termasuk meminta mereka untuk mengecek radio komunikasi," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin (12/8).
Menurut dia, hal itu dilakukan karena dalam status waspada atau Level II dapat dikatakan bahwa Gunung Slamet sedang mengumpulkan energi. Dengan demikian ketika status Gunung Slamet kembali ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, yakni siaga (Level III) hingga awas (Level IV), para sukarelawan beserta peralatannya sudah siap melakukan langkah-langkah untuk meminimalisasi terjadinya korban.
Dalam hal ini, wilayah yang kemungkinan terdampak erupsi Gunung Slamet berada di Kecamatan Sumbang, Kecamatan Baturraden, Kecamatan Kedungbanteng, dan sebagian kecil Kecamatan Cilongok khususnya bagian utara seperti Desa Sambirata. Ariono mengatakan pihaknya juga telah mengecek persiapan jalur evakuasi di sejumlah wilayah lereng selatan Gunung Slamet.
"Jalur evakuasi enggak ada masalah, kalau yang rusak sudah saya laporkan ke Dinas Pekerjaan Umum selaku pihak yang menanganinya. Jalur evakuasi yang rusak di antaranya berada di Desa Limpakuwus, Kecamatan Sumbang, dan Desa Windujaya, Kecamatan Kedungbanteng," katanya.
Menurut dia, pihaknya juga berencana menambah rambu-rambu jalur evakuasi agar jarak antarrambu lebih pendek. Dalam hal itu, jika sebelumnya rambu-rambu jalur evakuasi tersebut hanya terpasang di persimpangan jalan besar, nantinya di persimpangan jalan kecil pun akan terpasang rambu jalur evakuasi.
"Jadi nantinya akan ada rambu antara, yakni rambu jalur evakuasi di persimpangan jalan kecil. Anggaran pengadaan jalur evakuasi ini sudah dialokasikan dalam APBD Perubahan 2019," katanya.
Disinggung mengenai kemungkinan BPBD Kabupaten Banyumas menggelar kegiatan simulasi penanggulangan bencana erupsi Gunung Slamet, Ariono mengatakan kegiatan tersebut telah dilaksanakan pada bulan April 2019 dan tidak hanya untuk penanggulangan bencana erupsi, juga bencana banjir, longsor, dan sebagainya sehingga untuk sementara pihaknya belum berencana menggelarnya kembali. Dia mengharapkan peningkatan aktivitas Gunung Slamet hanya sebatas "batuk-batuk" saja tidak sampai mengakibatkan terjadinya erupsi seperti halnya pada 2008-2009 dan 2014.
"Semoga Gunung Slamet tetap selamat dan wilayah Banyumas termasuk Lokawisata Baturraden tetap aman. Apalagi kawah Gunung Slamet menghadap ke utara, sehingga wilayah Banyumas yang berada di sebelah selatan relatif aman jika terjadi luncuran lava. Kalau sebaran abu vulkanik tergantung arah angin," katanya.
Sementara itu, berdasarkan data dari Pos Pengamatan Gunung Api Slamet di Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, dalam pengamatan visual yang dilakukan pada hari Senin (12/8), pukul 06.00-12 WIB, Gunung Slamet teramati jelas dan kabut 0-I hingga kabut 0-II. Selain itu, asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dengan intensitas tipis hingga tebal dan tinggi 25-50 m di atas puncak kawah.
Sementara dari sisi kegempaan, gempa embusan tercatat sebanyak 152 kali dengan amplitudo 2-14 milimeter dan durasi 15-55 detik, serta tremor menerus (Microtremor) terekam dengan amplitudo 0.5-3 milimeter (dominan 2 milimeter). Dengan demikian, Gunung Slamet yang berada di antara Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, dan Brebes masih berstatus waspada (Level II), sehingga masyarakat dan pengunjung atau wisatawan direkomendasikan untuk tidak berada atau beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak Gunung Slamet.