Senin 12 Aug 2019 09:38 WIB

Pengamat Kontra Wacana Taksi Daring tak Kena Ganjil-Genap

Bisa jadi semua pemilik mobil nantinya mendaftarkan diri ikut taksi daring.

Kendaraan melintas di Jalan Salemba Raya, Jakarta, Rabu (7/8). Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengumumkan perluasan 16 rute baru kebijakan Ganjil-Genap bagi kendaraan roda empat.
Foto: Antara
Kendaraan melintas di Jalan Salemba Raya, Jakarta, Rabu (7/8). Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengumumkan perluasan 16 rute baru kebijakan Ganjil-Genap bagi kendaraan roda empat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Transportasi Universitas Katolik Soedijapranara Semarang Djoko Setijowarno memaparkan imbas yang mungkin terjadi apabila taksi daring diperbolehkan masuk kawasan ganjil-genap seperti angkutan umum lainnya. Menurut dia, bisa jadi semua pemilik mobil nantinya mendaftarkan diri ikut taksi daring. 

"Percuma daerah membuat program kebijakan transportasi,” kata Djoko kepada Antara di Jakarta, Senin (12/8).

Menurut dia, semestinya Kemenhub sekarang lebih untuk memikirkan keberadaan transportasi umum se-Indonesian yang dinilai sudah kolaps.

Djoko berpendapat program memperbaiki transportasi umum yang humanis di 33 kota se-Indonesia belum berhasil di era Presiden Joko Widodo. Dia menambahkan amanat Rencana Strategis 2025-2019 yang belum optimal dijalankan jangan sampai terulang pada epriode kedua.

Sementara itu, Kemenhub saat ini juga tengah melakasanakan program beli layanan atau buy the service untuk enam kota di 2050. Padahal, lanjutnya, untuk memastikan hingga beroperasi program buy the service membutuhkan waktu minimal enam bulan.

“Sudah saatnya euforia taksi onlin ediakhiri, karena kalau Kemenhub cermat banyak yang jadi korban karena ketidakjelasan program ini. Hingga saat ini pun, Kemenhub tidak tahu secara pasti berapa jumlah taksi online. Lantas bagaimana melakukan pembinaannya?” ujarnya.

Ironisnya, menurut dia, aplikator semakin jaya, sementara pengemudi taksi daring tidak diuntungkan. Faktanya, ongkos transportasi masih mahal, yakni di kisaran 25-35 persen dari pendapatan bulanannya di mana di negara lain rata rata sudah di bawah 10 persen.

“Bandingkan dengan negara lain yang berlomba lomba memperbaiki layanan transportasi umum,” katanya.

Djoko tidak memungkiri adanya penataan terhadap transportasi publik, namun masih dinilai jauh dari target yang diharapkan. Ditambah, menurut dia, kinerja transportasi umum di Jakarta bukan representasi kondisi transportasi umum se-Indonesia.

“Program penataan untuk enam kota bisa jadi akan gagal jika pemerintah tidak serius urus transportasi umum,” tuturnya.

Ia menyarankan seharusnya jalan baru yang sudah terbangun, di antaranya jalan paralel perbatasan Kalimantan 1.900 kilometer, jalan Pantai Selatan Jawa lebih dari 500 kilometer dan Trans Papua dibarengi dengan ketersediaan angkutan umum.

“Kemenhub harus serius memperhatikan layanan transportasi umum di daerah, supaya pengeluaran masyarakat tidak besar untuk mobilitas kesehariannya. Negara juga diuntungkan, akan hemat BBM, angka kecelakaan menurun, kemacetan lalu lintas di beberapa kota bisa terselesaikan,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap taksi daring diperbolehkan masuk kawasan ganjil genap karena dianggap sudah termasuk angkutan umum.

Sementara itu, dalam Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 terkait perluasan ganjil-genap, taksi daring tidak termasuk sebagai angkutan umum yang tidak terkena imbas pemberlakuan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement