REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat pelaku kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual didominasi oleh orang yang memiliki hubungan dengan korban. Sementara, masih sedikit kasus yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal korban, termasuk DIY.
Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo mengatakan, di DIY masih ditemukan kasus kekerasan seksual. Tidak hanya kepada anak-anak, namun juga dewasa.
"Kasus tersebut tersebar di sejumlah kabupaten dan kota di DIY," kata Antonius dalam keterangan resminya, Kamis (8/8).
Selain itu, LPSK juga menangani kasus lain seperti terorisme, pelanggaran HAM berat dan penganiayaan. Saat ini, sekitar 35 korban anak-anak maupun dewasa di DIY yang dilindungi LPSK.
"Setidaknya terdapat 35 terlindung LPSK (dewasa dan anak-anak) di DIY dari belasan jenis tindak pidana," lanjutnya.
Untuk itu, Antonius mengatakan, perlu adanya kebijakan yang komprehensif dari pemerintah. Tentunya untuk upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak.
LPSK pun, lanjutnya, terus berupaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak saksi serta korban. Perlindungan tersebut seperti perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, perlindungan hukum, bantuan medis rehabilitasi psikologis rehabilitasi psikososial dan fasilitasi restitusi.
Tidak hanya itu, pendidikan pengenalan organ tubuh kepada anak usia dini. Pun pengenalan cara menghindar dari kekerasan seksual.
"Serta perlunya kebijaksanaan orang tua agar mengendalikan penggunaan internet melalui gawai pada anak-anak," ujarnya.
Sementara itu, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, kekerasan terhadap anak yang banyak ditemui memang dilakukan oleh orang yang dikenal korban. Diantaranya ayah, kakek saudara kandung, paman, sepupu, guru, tetangga, hingga teman bermain.
"Pemicu dan modus terjadinya kekerasan terhadap anak antara lain karena faktor kemiskinan, relasi kuasa, situs porno, dan pedofil," kata Hasto.
LPSK mencatat, kenaikan jumlah permohonan perlindungan dan bantuan terhadap korban anak kekerasan seksual terus meningkat. Pada 2017, terdapat 70 permohonan perlindungan dan bantuan.
Pada 2018, mengalami peningkatan menjadi 149 permohonan. Sementara, dari awal 2019 hingga Juni 2019 tercatat 78 permohonan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan ke LPSK.
“Angka ini kami percaya masih berupa gambaran puncak gunung es. Banyak yang belum dilaporkan,” tambahnya.
Hasto menjelaskan, wilayah terbanyak mengajukan permohonan perlindungan dan bantuan kekerasan seksual terhadap anak pada 2016, tersebar di Jawa Timur, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sementara, pada 2018 permohonan terbanyak yakni di Bengkulu, Jawa Barat dan Jawa Timur.
"Sedangkan pada 2018, permohonan perlindungan dan bantuan kekerasan seksual anak terbanyak di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat," jelasnya.