Rabu 07 Aug 2019 11:39 WIB

Suap Gubernur Kepri, KPK Cegah Pengusaha Kock Meng

Kock Meng dilarang ke luar negeri selama enam bulan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) untuk mencegah pengusaha bernama Kock Meng bepergian ke luar negeri.

Pencegahan itu terkait penyidikan kasus dugaan suap izin prinsip dan izin lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri Tahun 2018-2018 yang menyeret Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun.

Baca Juga

"Yang bersangkutan dilarang bepergian ke luar negeri dalam penyidikan yang sedang berjalan dengan tersangka ABK (Abu Bakar)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat, Rabu (7/8).

Kock Meng dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan sejak 17 Juli 2019 hingga Januari 2020.  Kock Meng merupakan pihak swasta yang menjadi pemegang izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Piayu Laut, Kepulauan Riau.

KPK baru saja menetapkan Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun sebagai tersangka dugaan suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018-2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. 

photo
Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun (kanan) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Politisi Partai Nasional Demokrat tersebut merupakan Kepala Daerah ke-107 yang ditanganani oleh KPK. Nurdin diduga menerima sebesar 11.000 dollar Singapura dan Rp 45 juta dari seorang pihak swasta Abu Bakar.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyesalkan kembali terjadinya kasus korupsi di bidang perizinan, di saat hal tersebut menjadi salah satu fokus dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.

Seperti diketahui  Stranas Pencegahan Korupsi memiliki tiga fokus yakni sektor perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi.

"Seharusnya, pembenahan perizinan ini diharapkan bisa memberikan kesempatan pengembangan investasi di daerah dan bukan menjadi ajang mengeruk keuntungan untuk kepentingan tertentu," tegas Basaria.

KPK, lanjut Basaria,  juga menyesalkan ketidakpedulian terhadap pengelolaan sumber daya alam yang bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dengan nilai kerugian yang tidak sebanding dengan investasi yang diterima.

"KPK mencermati kasus ini karena salah satu sektor yang menjadi fokus adalah korupsi di sektor sumber daya alam," kata Basaria.

Basaria menambahkan, dalam proses pemeriksaan yang berjalan, disampaikan juga adanya alasan investasi. Menurut Basaria, alasan investasi tersebut menjadi lebih buruk lantaran digunakan sebagai pembenar dalam melakukan korupsi.

Nurdin ditetapkan menjadi tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri, Edy Sofyan serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri, Budi Hartono dan pihak swasta Abu Bakar selaku pemberi suap.

Atas perbuatannya, Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara itu, Edy dan Budi hanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. ‎ Sebagai pihak diduga pemberi, ABK dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement