Rabu 07 Aug 2019 06:19 WIB

Masyarakat Belum Waspadai Bahaya Sampah Elektronik

Dinas Lingkungan Hidup telah menyediakan enam gudang penampungan.

Rep: Nurul Amanah/Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Warga melintas didepan kotak penampungan sampah elektronik (e-waste) di Halte Transjakarta Kampung Melayu, Jakarta, Jumat (11/5).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Warga melintas didepan kotak penampungan sampah elektronik (e-waste) di Halte Transjakarta Kampung Melayu, Jakarta, Jumat (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Masyarakat mungkin sudah tidak asing dengan tempat sampah terpisah antara organik dan non organik. Namun, sejak 2017, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membuat terobosan dengan menyediakan drop box untuk sampah elektronik.

Hal ini dilakukan sebagai upaya agar masyarakat tidak lagi membuang  barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai ke tempat sampah di lingkungan sekitarnya. Karena kenyataannya, masih banyak warga Jakarta yang belum mengetahui bahaya sampah elektronik.

Warga juga kerap tidak menyadari keberadaan drop box yang ada di halte merupakan tempat untuk membuang sampah elektronik. Ia mengaku sering melihat drop box di beberapa halte, tapi tidak mengetahui kegunaannya.

“Dikira itu tempat jual barang-barang elektronik bekas,” ujar Andi saat ditemui di Halte Blok M, Jakarta Selatan, Selasa, (6/8).

Senada dikatakan Bella. Mahasiswi berusia 19 tahun itu mengatakan, sampah elekrtonik tak ada bedanya dengan sampah pada umumnya. “Wah, enggak paham soal sampah elektronik sih. Sama saja, jadi ya dibuang saja ke tempat sampah di rumah,” ujar Bella.

Kepala Seksi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Rosa Ambarsari mengatakan, sampah elektronik merupakan kategori sampah B3 yang bisa menimbulkan pencemaran lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Sehingga, tidak bisa dibuang langsung ke tempat sampah di lingkungan masyarakat.

“Setiap sampah elektronik terdapat komponen elektrik, logam berat. Kalau dibuang di tempat sampah lingkungan warga, bisa terkena matahri, hujan, kemudian larut maka akan berpotensi mencemari lingkungan. Lalu, misalnya kabel yang sudah tidak terpakai, dibakar. Nanti keluar asap beracun kemudian terhirup. Akan membahayakan kesehatan,” kata Ambar saat ditemui di Kantor DLH DKI Jakarta, Selasa, (6/8).

Drop Box tersebut telah tersebar di 10 halte Transjakarta dan satu Stasiun, tepatnya di Stasiun Cikini. Sebelumnya ada di Stasiun Juanda. Namun, sudah tiga kali diganti selalu jebol. Akhirnya, DLH memutuskan untuk menariknya.

Selama Januari-Juni 2019, sudah terkumpul total sebanyak 3.640 limbah elektronik. Limbah elektronik tersebut berupa baterai, telepon genggam, headset, dan sebagainya. Limbah terbanyak berupa berbagai jenis kabel.

Berdasarkan catatan, sampah elektronik tersebut setidaknya berupa lampu dan baterai cukup signifikan beratnya dengan angka masing-masing 576 kilogram (kg) dan 518 kg, sehingga totalnya 1.094 kg. Belum lagi ditambah sampah elektronik lainnya seperti televisi, penanak nasi, serta barang elektronik besar semacam kulkas dan mesin cuci,

“Jumlah itu yang diambil untuk diproses pihak ketiga yaitu PT Teknotama Lingkungan Internusa perusahaan yang memiliki izin dari KLHK untuk mengolah limbah elektronik,” kata dia.

Sebanyak enam gudang penampungan limbah B3 rumah tangga sudah disiapkan untuk menampung sampah-sampah elektronik ini. Di tingkat kota ada di Sunter, yang tingkat kecamatan ada lima di Pesanggrahan, Tegal Alur, Rawa Bebek, Jatinegara Kawung, dan Condet.

Rosa menyebut, gudang penampungan tersebut merupakan bentuk upaya penyediaan sarana dan prasarana yang memfasilitasi kesadaran masyarakat dalam menyerahkan sampah elektronik untuk diproses DLH Jakarta.

Akan tetapi, sampah-sampah elektronik ini masih menumpuk di gudang penampungan tersebut. Rosa menyebut sampah tersebut belum bisa dibawa dan diproses oleh pihak ketiga, lantaran terkendala anggaran.

Sampah elektronik masih menumpuk karena kurangnya anggaran.

“Saat ini kita memang agak kejar-kejaran, dalam artian begitu isu sampah elektronik bisa diterima dan mendapat respon baik dari masyarakat, jumlah yang terkumpul sangat banyak, tapi anggaran kita kurang, akhirnya menumpuk di gudang,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement