LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- PT INTI (Persero) membantah bahwa Taswin Nur dan Teddy Simanjuntak adalah pegawai perusahaan tersebut. Keduanya diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan korupsi di PT Angkasa Pura II, pada Kamis (1/8) lalu.
"Taswin Nur dan Teddy Simanjuntak bukan pejabat dan/atau karyawan PT INTI (Persero), baik berstatus pegawai tetap perusahaan, kontrak, atau tenaga alih daya," ujar PT INTI dalam keterangan resminya yang diterima ayobandung.com, Senin (5/8/2019).
Perusahaan tersebut juga akan bersikap kooperatif dan menghormati proses penyidikan yang tengah dilakukan KPK. PT INTI (Persero) tetap memegang azas praduga tak bersalah hingga perkembangan informasi selanjutnya dari aparat penegak hukum terkait.
Sementara itu, operasional perusahaan masih akan berjalan sebagaimana mestinya, dengan mengedepankan profesionalisme dan selalu berpedoman pada tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).
AYO BACA : KPK: Kasus Suap AP II dan PT INTI Miris dan Tak Etis
Perkara kasus suap PT Angkasa Pura II dilaporkan melibatkan pengadaan pekerjaan "baggage handling system" (BHS) dari PT Angkasa Pura Propertindo (APP) yang dilaksanakan oleh PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) Tahun 2019.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (AP II) Andra Agussalam (AYA) dan staf PT INTI Taswin Nur (TSW).
"KPK menerima informasi bahwa PT INTI akan memperoleh pekerjaan BHS yang akan dioperasikan oleh PT Angkasa Pura Propertindo (APP) dengan nilai kurang lebih Rp86 miliar untuk pengadaan BHS di enam bandara yang dikelola oleh PT AP II," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/8).
Basaria mengatakan, awalnya PT APP berencana melakukan tender pengadaan proyek BHS. Namun, Andra mengarahkan agar PT APP melakukan penjajakan untuk penunjukan langsung kepada PT INTI.
AYO BACA : KPK Tetapkan Direktur Keuangan AP II Sebagai Tersangka
"Padahal dalam pedoman perusahaan, penunjukan Iangsung hanya dapat dilakukan apabila terdapat justifikasi dari unit teknis bahwa barang/jasa hanya dapat disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten atau perusahaan yang telah mendapat izin dari pemilik paten," ucap Basaria.
Selain itu, kata dia, Andra juga mengarahkan adanya negosiasi antara PT APP dan PT INTI untuk meningkatkan down payment (DP) dari 15 persen menjadi 20 persen untuk modal awal PT INTI karena ada kendala cashflow di PT INTI.
"Atas arahan AYA, MZK (Marzuki Battung, executive general manager Divisi Airport Maintainance AP II) menyusun spesifikasi teknis yang mengarah pada penawaran PT INTI. Berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT INTI terlalu mahal sehingga kontrak pengadaan BHS belum bisa terealisasi," kata Basaria.
Andra diketahui juga mengarahkan Direktur PT Angkasa Pura Propertindo Wisnu Rahardjo (WRA) agar mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI agar DP segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagal modal awal.
"AYA diduga menerima uang 96.700 dolar Singapura sebagai imbalan atas tindakannya 'mengawal' agar proyek BHS dikerjakan oleh PT INTI," ucap Basaria.
Adapun pasal yang disangkakan, sebagai pihak penerima Andra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pldana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagal pihak yang diduga pemberi Taswin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Paul 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
AYO BACA : Suap AP II dan PT INTI Terkait Proyek Senilai Rp86 Miliar