Sabtu 03 Aug 2019 08:24 WIB

KPK Bidik Petinggi Angkasa Pura II dan PT Inti

Tersangka Taswin diduga dikendalikan pejabat utama di PT Inti.

Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y. Agussalam mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi di PT Angkasa Pura II di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y. Agussalam mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi di PT Angkasa Pura II di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak akan berhenti sampai penetapan tersangka terhadap Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Angkasa Pura (AP) II Andra Y Agussalam dan staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti) Taswin Nur. KPK menduga proyek baggage handling system (BHS) di PT Angkasa Pura Property (APP) juga melibatkan petinggi PT AP II dan PT Inti lainnya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK menduga ada permainan dalam skema penunjukan langsung proyek sistem penanganan bagasi untuk enam bandara yang dikelola PT AP II. Pasalnya, dalam pedoman perusahaan, penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila barang atau jasa dapat disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang telah mendapat izin dari pemilik paten.

"Kami menduga PT Inti tidak mengerjakannya sendirian dan masih ada kerja sama dengan pihak lain sehingga kami pandang dari aturan perusahaan yang ada terkait pengadaan semestinya tidak bisa dilakukan penujukan langsung," kata Febri, Jumat (2/8).

KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Andra, Taswin, dan tiga orang lainnya pada Rabu (31/7) malam. Andra dan Taswin kemudian ditetapkan sebagai terangka.

Andra diduga berperan dalam penujukan langsung proyek antara PT Inti dan PT APP yang merupakan anak usaha PT AP II. Andra diduga mengarahkan negosiasi untuk meningkatkan uang muka proyek dari 15 persen menjadi 20 persen untuk modal awal PT Inti. Atas arahan dari Andra, Marzuki Battung selaku Executive General Manager Divisi Airport Maintenance AP II menyusun spesifikasi teknis yang mengarah pada penawaran PT Inti.

Berdasarkan penilaian tim teknis APP, harga penawaran PT Inti masih terlalu mahal sehingga kontrak pengadaan BHS belum bisa terealisasi. Namun, Andra mengarahkan Direktur PT APP Wisnu Rahardjo agar mempercepat penandatanganan kontrak antara kedua perusahaan agar pembayaran awal segera cair. Andra pun diduga menerima 96.700 dolar Singapura sebagai imbalan atas upaya itu.

"Sehingga, ada dugaan Andra ini mengarahkan pada penujukan langsung dan itu terkait dengan penerimaan uang yang di OTT kemarin," ucap Febri.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan pada Kamis (1/8) mengatakan, Andra maupun Taswin tidak mungkin bermain sendiri. "Apakah keputusan itu bisa diambil (Andra) seorang diri? Sudah pasti tidak," kata Basaria.

Adanya dugaan keterlibatan petinggi PT AP II maupun PT Inti lainnya karena sebagai seorang staf, Taswin tak memiliki kewenangan mengeluarkan uang hingga puluhan ribu dolar Singapura. "TSW (Taswin) ini adalah staf dari PT Inti. Kebetulan yang bersangkutan ini orang kepercayaan pejabat utama di sana," kata Basaria.

Namun, Basaria masih enggan mengungkap identitas pejabat utama PT Inti tersebut. Basaria memastikan tim penyidik akan mendalami dugaan keterlibatan petinggi PT AP II dan PT Inti dalam proses penyidikan kasus ini.

"Apa nanti hubungannya dengan yang lainnya, termasuk direktur ini, belum sampai ke sana. Ini masih dalam pengembangan," kata dia.

Selain itu, KPK menduga pemberian suap kepada Andra terkait proyek BHS bukan yang pertama kalinya. KPK menduga adanya proyek lain yang juga dikorupsi oleh dua BUMN tersebut. ‎"Menurut informasi bukan (suap pertama), ada beberapa kali dan proyeknya tidak hanya ini. Hasil dari ekspose, uang ini untuk (proyek) BHS," kata dia.

Andra dan Taswin langsung ditahan sejak Jumat (2/8) dini hari. Andra ditahan di rutan belakang Gedung Merah Putih KPK, sementara Taswin di Rutan Pomdam Jaya Guntur.

Pada Kamis, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, pihaknya meminta manajemen AP II dan PT Inti membantu proses hukum yang tengah dilakukan KPK. "Kementerian meminta agar semua kegiatan terus berpedoman pada tata kelola perusahaan yang baik dan terus mendukung upaya pemberian informasi yang benar dan berimbang sebagai wujud oganisasi yang menghormati hukum," ujar dia.

Sementara itu, Pelaksana Tugas VP Of Corporate Communication PT AP II Dewandono Prasetyo Nugroho mengatakan, pihaknya akan menghormati proses hukum yang berjalan. "AP II mendukung penuh kepatuhan hukum di mana pun dan akan bekerja sama dengan pihak berwenang terhadap hal ini," kata Dewandono.

Tidak berbeda, PT Inti menegaskan siap mengikuti seluruh proses hukum di KPK yang melibatkan perusahaannya dan PT AP II. “Perusahaan akan bersikap kooperatif dan mengikuti prosedur standar operasi yang berlaku,” ujar Plt Sekretaris Perusahaan PT Inti Gde Pantid Andika.

photo
Staf PT INTI Taswin Nur mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi di PT Angkasa Pura II di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/8/2019).

Evaluasi

Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus meminta pemerintah mengevaluasi sistem rekrutmen direksi BUMN. Menurut dia, sudah saatnya pola rekrutmen diubah karena kurang tepat.

"(Selama ini) hanya sekadar memenuhi formalitas prosedur rekrutmen karena seluruh tahapan dilakukan dengan tertutup, tidak transparan kepada publik bahkan kepada karyawan BUMN tersebut," kata Yunus.

Yunus mengatakan, saat ini direksi BUMN hanya bertukar posisi. Misalnya, jabatan baru didapatkan karena sebelumnya berada di BUMN yang lama. Saat berpindah ke perusahaan BUMN lain, pejabat itu berpotensi membentuk oligarki penguasa BUMN.

"Oligarki tersebut akhirnya menjelma menjadi jejaring oknum yang ingin menghancurkan BUMN dengan kebijakan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu," kata Yunus.

Dia melanjutkan, kebijakan yang dibuat pejabat seperti itu cenderung hanya untuk mempercantik portfolio pribadinya. Hal itu membuat mereka terorbit naik kelas menempati posisi direksi BUMN yang lebih bagus. \"Akhirnya perusahaan dan karyawan menjadi korban. Kebijakan mereka hanya menajdi bom waktu bagi BUMN tersebut,\" kata dia. n dian fath risalah/rahayu subekti ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement