Jumat 02 Aug 2019 16:46 WIB

Komunitas Peduli BPJS: Kenaikan Premi adalah Solusi Mundur

Iuran sudah pernah dinaikkan dan BPJS Kesehatan masih tetap defisit.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andri Saubani
BPJS Kesehatan.
Foto: ANTARA FOTO
BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas Peduli BPJS Kesehatan menyayangkan rencana pemerintah yang akan menaikkan premi BPJS Kesehatan. Juru Bicara Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, Hema Anggiat Marojahan Simanjuntak mengatakan, pihaknya sangat mendukung upaya pemerintah dalam mencari solusi dan ide namun solusi tersebut sebaiknya bukanlah kenaikan tarif.

"Seharusnya justru pemerintah harus tetap menaungi BPJS Kesehatan dan semua peserta," kata Hema dalam keterangan yang diterima Republika, Jumat (2/8).

Baca Juga

Kebijakan rencana kenaikan tarif ini, kata dia, tidak akan menyelesaikan masalah. Karena faktanya, penyesuaian tarif BPJS Kesehatan awalnya diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013, kemudian naik berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016, Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 dan terakhir Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018.

Besaran iuran tarif yang ditetapkan menjadi Rp 80.000 pada kelas I, Rp 51.000 pada kelas II, dan Rp 25.500 pada kelas III untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Itu semua telah dilakukan, tetapi masalah Defisit BPJS Kesehatan tetap kronis.

Hema menuturkan, rencana kenaikan tarif ini tidak akan ada habisnya apabila terus dinaikkan. Faktor lain terkait kebijakan ini perlu diperhatikan yakni bertambahnya pengeluaran para peserta atas kenaikan premi, sementara pendapatan mereka belum tentu bertambah.

"Penyesuaian dengan kenaikan tarif ini pun baru satu hal, kan ada faktor lain. Banyak juga peserta BPJS tidak menggunakan fasilitas BPJS ini meskipun dibayarkan setiap bulan sebab sudah memiliki Asuransi Pribadi yang punya advantage dan perlindungan resiko yang diakui lebih memadai dibanding BPJS Kesehatan saat ini. Namun karena BPJS Kesehatan sifatnya wajib, maka meski sudah punya asuransi pribadi, didaftarkan lagi BPJS Kesehatan," kata dia.

Pihaknya pun menyarankan, agar pemerintah mengkaji ulang untuk memberikan solusi yang tidak memberatkan peserta BPJS Kesehatan. Sehingga, dana tambahan seharusnya menjadi prioritas pertama agar tidak menimbulkan kecemasan bagi peserta.

"Harus juga dikaji oleh Pemerintah tentang mengelola BPJS Kesehatan dengan menjadikannya menjadi sebuah Badan Hukum baru (Perseroan Terbatas) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dimana dana melalui pembayaran premi yang terkumpul dapat dikelola dengan lebih baik dan dapat berkembang,"

Ia juga menyinggung soal dinonaktifkannya 5,2 juta peserta PBI. Hema mempertanyakan dasar penghapusan itu. Menurut dia, seharusnya tidak dihapus namun diteliti mengapa tidak aktif dan kenapa bisa ada yang terjadi kepesertaan ganda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement