Jumat 02 Aug 2019 10:23 WIB

Pemerintah Diminta Evaluasi Rekrutmen Direksi BUMN

Pola rekrutmen perlu diubah karena sudah kurang tepat.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) mendampingi petugas menunjukkan barang bukti seusai memberikan keterangan pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/8).
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) mendampingi petugas menunjukkan barang bukti seusai memberikan keterangan pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Institute Achmad Yunus meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap sistem rekrutmen direksi BUMN. Yunus menyebutkan, pola rekrutmen perlu diubah karena sudah kurang tepat. 

Hal tersebut menyusul untuk kesekian kalinya kasus korupsi menjerat para direksi perusahaan BUMN. Pada Rabu malam (32/7), Direktur Keuangan PT Agkasa Pura (AP) II Andra Y Agussalam tertangkap saat operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Baca Juga

"Hanya sekedar memenuhi formalitas prosedur rekrutmen karena seluruh tahapan dilakukan dengan tertutup, tidak transparan kepada publik bahkan kepada karyawan BUMN tersebut," kata Yunus dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (1/8). 

Saat ini muncul fenomena banyaknya direksi BUMN yang hanya bertukar posisi. Jabatan baru didapatkan dari sebelumnya berada di BUMN yang lama kemudian berpindah ke perusahaan BUMN yang lainnya dan berpotensi membentuk oligarki penguasa BUMN.

"Oligarki tersebut akhirnya menjelma menjadi jejaring oknum yang ingin menghancurkan BUMN dengan kebijakan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu," jelas Yunus. 

Sebab, Yunus menilai jika hanya bertukar posisi dirkesi BUMN, terutama dalam waktu yang singkat, hanya menyebabkan rendahnya rasa memiliki terhadap perusahaan BUMN yang dipimpin. Dia mengatakan kebijakan yang dibuat cenderung hanya untuk mempercantik portfolio pribadi. 

Saat ini, KPK sudah menahan dua tersangka kasus suap pengadaan pekerjaan Baggage Handling System (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo. Proyek tersebut dilaksanakan oleh PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti) pada 2019. 

KPK menetapkan dua tersangka yakni Direktur Keuangan AP II Andra Agussalam (AYA) dan staf PT Inti Taswin Nur (TSW). "Penahanan untuk 20 hari pertama terhadap AYA di Rutan Cabang KPK di belakang gedung Merah Putih KPK dan TSW ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (2/8). 

Keduanya resmi menjadi tersangka pada Kamis (1/8). Andra diduga menerima uang 98.700 dolar Singapura sebagai imbalan atas tindakannya mengawal proyek BHS didapatkan untuk PT Inti. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement