Kamis 01 Aug 2019 23:05 WIB

Kenaikan Harga Cabai Rawit Dorong Inflasi Jatim

BPS menyebut harga cabai rawit naik drastis karena menipisnya pasokan di pasaran

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga memanen cabai rawit di persawahan desa Ketitang, Jumo, Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (16/7/2019).
Foto: Antara/Anis Efizudin
Warga memanen cabai rawit di persawahan desa Ketitang, Jumo, Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (16/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat, pada Juli 2019, Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 0,16 persen, yaitu dari 135,36 menjadi 135,57. Kepala BPS Jatim Teguh Pramono mengungkapkan, inflasi Juli 2019, lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Dimana pada bulan Juli 2018, Jatim hanya mengalami inflasi sebesar 0,07 persen.

Teguh menjabarkan, pada Juli 2019, dari tujuh kelompok pengeluaran, enam kelompok mengalami inflasi, dan satu sisanya mengalami deflasi. Inflasi tertinggi adalah kelompok Sandang sebesar 0,93 persen. Kemudia  diikuti kelompok Bahan Makanan sebesar 0,83 persen, kelompok Kesehatan sebesar 0,14 persen, kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga sebesar 0,10 persen, kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar, serta kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau sebesar 0,08.

Baca Juga

"Adapun kelompok yang mengalami deflasi pada Juli 2019 di Jatim adalah kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan yaitu sebesar 0,63 persen," kata Teguh saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jalan Kendang Sari, Surabaya, Kamis (1/8).

Teguh mengungkapkan, tiga komoditas utama yang mendorong terjadinya inflasi di Jatim pada Juli 2019 ialah cabai rawit, emas perhiasan, dan daging ayam ras. Pada Juli 2019, harga cabai rawit naik drastis disebabkan menipisnya pasokan yang ada di pasaran.

"Kenaikan harga cabai rawit membuat komoditas cabai rawit menjadi komoditas utama pendorong inflasi pada Juli 2019," ujar Teguh.

Komoditas lain yang menjadi pendorong inflasi Jatim adalah emas perhiasan yang masih mengalami kenaikan, walaupun tidak setinggi bulan sebelumnya. Harga daging ayam ras pada Juli juga mengalami kenaikan, padahal pada bulan sebelumnya sempat anjlok.

Teguh juga menjabarkan tiga komoditas utama yang menjadi penghambat terjadinya inflasi Jatim pada Juli 2019. Tiga komoditas utama yang menghambat terjadinya inflasi ialah tarif angkutan udara, tarif kereta api, dan tarif angkutan antar kota. Tarif angkutan udara mengalami penurunan pada Juli setelah pemerintah menurunkan tarif pesawat berbiaya murah (low cos carrier/LCC) untuk beberapa rute penerbangan di hari-hari yang telah ditentukan.

"Komoditas yang juga mengalami penurunan harga adalah tarif kereta api. Setelah berakhirnya peak session pasca momen idul fitri dan libur sekolah, tarif kereta api kembali ke harga normal. Hal yang sama juga terjadi pada tarif angkutan kota, yang juga kembali ke harga semula. Sehingga menjadi salah satu komoditas utama penghambat inflasi," ujar Teguh.

Teguh melanjutkan, penghitungan angka inflasi di 8 kota IHK di Jawa Timur selama Juli 2019, enam kota mengalami inflasi dan dua kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kediri yaitu mencapai 0,44 persen. Kemudian diikuti Banyuwangi sebesar 0,39 persen, Jember sebesar 0,24 persen, Malang sebesar 0,20 persen, Madiun sebesar 0,17 persen, dan Surabaya sebesar 0,11 persen.

"Sedangkan kota yang mengami deflasi antara lain Sumenep sebesar 0,08 dan Probolinggo sebesar 0,05 persen," ujar Teguh.

Jika dibandingkan tingkat inflasi kalender 2019 di 8 kota IHK Jawa Timur, sampai Juli 2019, Banyuwangi merupakan kota dengan inflasi tahun kalender tertinggi, yaitu mencapai 1,86 persen. Sedangkan kota yang mengalami inflasi kalender terendah adalah Sumenep yang mengalami inflasi sebesar 0,96 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement