Rabu 31 Jul 2019 16:02 WIB

Iuran BPJS Kesehatan Naik, DPR: Sejak Dahulu Diusulkan

DPR sudah sejak dulu mengusulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Rep: Ali Mansur, Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf.
Foto: DPR RI
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah setuju menaikkan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran BPJS ini sebagai upaya ini sekaligus untuk menekan defisit anggaran eks PT Askes (Persero) tersebut.

"Akhirnya disetujui juga, jadi kalau kita berbicara solusi bagi BPJS memang salah satunya adalah kenaikan premi, sebab preminya tidak sesuai manfaat yang diterima. Sebenarnya sejak dulu diusulkan cuma khawatir tidak populis, karena menjelang peristiwa politik," ujar Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi, saat dihubungi melalui telepon, Rabu (31/7).

Baca Juga

Dede Yusuf menambahkan, akibat tidak kunjung menaikkan iuran maka defisitnya terus naik hingga Rp 28 triliun saat ini. Artinya, jika dari dulu iurannya dinaikkan mungkin defisitnya tidak sebesar ini. Namun, Komisi IX DPR RI akan menyikapi berapa kenaikkannya dan untuk siapa.

"Artinya, jika kelas tiga tentu harus dipikirkan karena PBI-nya (peserta bantuan iuran) kan belum naik. Kalau kelas tiganya mau dinaikkan maka PBI-nya harus dinaikkan," ujarnya.

Sementara itu, Dede Yusuf mengaku mendapatkan kabar bahwa Kementerian Sosial (Kemensos) mengakui ada dua juta lebih data PBI yang tidak tepat sasaran. Padahal, tahun lalu pun, pihaknya sudah memberikan teguran bahwa bahwa datanya tidak bisa diklarifikasi oleh BPJS. Karena verifikasi PBI hanya oleh Kemensos, sehingga data PBI berawal dari pendataan yang amburadul.

"Karena pemerintah gagal mengambil suatu langkah strategis, akibatnya itu tadi defisit terus berkembang," keluh mantan wakil gubernur Jawa Barat tersebut.

Kemudian, kata Dede Yusuf, pemerintah juga tidak cukup hanya menaikkan iuran, tapi juga harus memperhatikan sekitar 45 persen peserta mandiri yang tidak rutin membayar. Artinya, kesadaran masyarakat terhadap investasi kesehatan belum maksimal. Sehingga diperlukan sosialisasi dan melakukan program promotif preventif secara masif.

"Mulai dari sekolah, di desa-desa kelurahan, kita dulu ada namanya senam kesehatan jasmani yang selalu rutin dilakukan sekarang kan praktis tidak ada. Jadi, harus ada gerakan masif, kalau tidak nanti kuratifnya membengkak," kata Dede Yusuf.

Selanjutnya, lanjut Dede Yusuf, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan POM harus saling berkoordinasi. Terutama mengenai makanan-makanan yang dapat meningkatkan penyakit gula misalnya, maka harus ada pembatasan. Namun, pembatasan bukan berarti melarang orang untuk makan tapi menyampaikan bahayanya jika berlebihan.

"Misalnya kalori berlebih, lemak yang berlebih, jadi tidak semuanya dibebankan kepada BPJS," ujar Dede Yusuf.

Pemerintah akhirnya setuju untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan keputusan itu diambil pemerintah saat rapat terbatas terkait defisit BPJS Kesehatan di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/7).

"Kemarin ada beberapa hal yang dibahas dan prinsipnya kita setuju. Namun perlu pembahasan lebih lanjut, pertama, kita setuju untuk menaikkan iuran," ujar JK saat diwawancarai wartawan di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (30/7).

Namun, JK mengatakan, pemerintah belum menentukan besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sebagai informasi, iuran BPJS Kesehatan untuk ruang perawatan kelas III sebesar Rp 25 ribu per orang, Kelas II sebesar Rp 51 ribu, dan kelas I sebesar Rp 80 ribu.

"Tapi berapa naiknya, nanti dibahas oleh tim teknis, nanti akan dilaporkan pada rapat berikutnya," ujar JK.

photo
Tekornya BPJS Kesehatan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement