Jumat 26 Jul 2019 02:11 WIB

Presiden Diminta Segera Berikan Amnesti untuk Baiq Nuril

Komisi III telah menyetujui proposal amnesti yang diajukan untuk Baiq Nuril.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun memeluk putranya usai pengesahan amnesti untuk dirinya pada rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun memeluk putranya usai pengesahan amnesti untuk dirinya pada rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty Internasional Indonesia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera memberikan amnesti untuk Baiq Nuril Maknun. Amnesty Internasional Indonesia menilai proses pengampunan dan penghapusan hukum yang diperjuangkan Baiq Nuril sudah benar.

Menurut Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, Presiden Jokowi harus segera memberikan amnesti karena Komisi III  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui proposal amnesti yang diajukan pemerintah untuk membebaskan Baiq Nuril dari segala sanksi pemidanaan. "Jalannya sudah jelas untuk memberikan amnesti terhadap Baiq Nuril. Presiden harus segera bertindak (dengan mengeluarkan amnesti yang sudah disetujui oleh DPR)," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (25/7).

Usman mengatakan proses pengampunan dan penghapusan hukuman yang diperjuangkan Baiq Nuril sudah benar. Usman juga menilai, negara dalam kasus Baiq Nuril sudah menunjukkan kemajuan dalam perlindungan korban pelecehan seksual dan perlindungan terhadap hak asasi. "Presiden dan negara sudah membuat keputusan yang tepat dengan berdiri di sisi Baiq Nuril," ucap Usman.

Amnesti yang disetujui DPR, dan yang akan diterbitkan oleh Presiden, menurut Usman menjadi pelajaran penting bagi kepolisian, pun kejaksaan, serta pengadilan untuk melindungi pelapor pelecehan seksual seperti yang dialami Baiq Nuril. "Alih-alih mengkriminalisasikan mereka (korban pelecehan) dan menghukum mereka ke penjara," katanya.

Komisi III DPR, Rabu (24/7) menyetujui pemberian amnesti terhadap Baiq Nuril yang diajukan pemerintah. Pada Kamis (25/7) lewat paripurna, persetujuan komisi bidang hukum itu, pun disetujui dan disahkan menjadi persetujuan oleh DPR. Selanjutnya, persetujuan dari parlemen itu, menjadi dasar hukum bagi Presiden untuk menerrbitkan pengampunan dan penghapusan pidana terhadap Baiq Nuril.

Baiq Nuril adalah seorang guru di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia menjadi korban kriminalisasi dengan UU ITE yang dilakukan oleh kepala sekolah tempat ia mengajar. Pada 2015 lalu, ia dituduh melakukan fitnah dan pencemaran nama baik lewat perantara media elektornik karena mempublikasikan hasil rekaman telepon tentang pelecehan seksual yang dialaminya.

Kepala sekolah, yang melakukan pelecehan seksual tersebut, malah balik melaporkan Baiq Nuril ke kepolisian. Pada 2017, Pengadilan Negeri di Mataram, NTB mengadili kasus Baiq Nuril atas dakwaan fitnah dan pencemaran nama baik. Hakim mememutuskan Baiq Nuril tak bersalah. Namun jaksa penuntut melakukan banding ke Mahkamah Agung (MA). Pada September 2018, MA menganulir putusan PN dengan memvonis Baiq Nuril bersalah dan dihukum enam bulan penjara.

Baiq Nuril, melawan dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Akan tetapi, PK tersebut, tak berhasil membebaskan Baiq Nuril dari jeratan hukuman. Namun desakan pegiat dan aktivis hak asasi manusia, mendesak pemerintah turun tangan membebaskan Baiq Nuril. Amnesty Indonesia menganggap putusan MA terhadap Baiq Nuril adalah kriminalisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement