REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Iwan Cardmidi mengatakan, penyelenggaraan upacara Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT) di pulau hasil reklamasi tak elok. Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bisa melaksanakan upacara 17 Agustus di lapangan upacara lainnya.
"Kalau menurut saya itu tidak sangat elok lah karena ada tempat-tempat yang kita punya sejarah itu kan pulau buatan," ujar Iwan saat dihubungi Republika, Rabu (24/7).
Menurutnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan memperlihatkan bahwa orang nomor satu di Ibu Kota hanya berpihak pada segelintir orang. Terutama pada pengembang di Pulau Reklamasi tersebut.
Iwan menganggap, Anies justru tak berpihak kepada masyarakat pesisir yang terdampak langsung dengan adanya proyek reklamasi. Ia mengatakan, upacara memperingati hari kemerdekaan RI di Kawasan Pantai Maju atau Pulau D itu tak wajar karena latar belakang proyek reklamasi itu sendiri.
"Pulau palsu itu kan pulau buatan oleh rakusnya para pengembang atau rakusnya segelintir orang. Kenapa pemerintah selalu mendukung hal itu bahkan untuk upacara memperingati hari 17-an," kata Iwan.
Menurut dia, para nelayan akan menolak apabila diundang untuk menghadiri upacara memperingati HUT ke-74 RI di Pulau Reklamasi oleh Pemprov DKI. Sebab, kata dia, masih ada pilihan tempat lain untuk melaksanakan upacara 17 Agustus yang lebih baik karena memiliki nilai sejarah kemerdekaan Indonesia.
"Kalau kami nelayan yang sejatinya nelayan jelas menolak karena kami nelayan punya budaya memperingati 17-an ada tempat-tempatnya," tutur Iwan.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Abdul Ghoni mengatakan, bahwa pelaksanaan upacara 17 Agustus di Pulau Reklamasi menunjukkan bahwa Pemprov DKI serius mengatasi permasalahan reklamasi. Mengingat beberapa waktu belakangan, isu reklamasi kembali mencuat setelah adanya penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di pulau hasil reklamasi itu.
"Nanti dengan adanya kegiatan 17 Agustus di sana ya menunjukkan Pemprov DKI itu serius dalam menangani itu, dan itu terbuka untuk umum," kata Ghoni kepada Republika, Rabu.
Menurut dia, Pemprov DKI bisa mengundang masyarakat pesisir Teluk Jakarta dalam upacara tersebut. Sekaligus, Anies bisa menggunakan momen itu untuk menjelaskan secara langsung komitmennya menghentikan reklamasi di hadapan para nelayan dan masyarakat pesisir.
Sebab, menurut dia, masyarakat pesisir dan nelayan termasuk kalangan bisa jadi tidak mendapatkan informasi secara utuh terkait kebijakan Pemprov DKI terhadap pulau hasil reklamasi. Anies bisa meluruskan bahwa Pemprov DKI tak berpihak kepada pengembang dan justru peduli kepada masyarakat kecil termasuk nelayan.
Anies harus bisa meyakinkan bahwa dirinya memberikan kebebasan kepada nelayan dapat mencari hasil laut di Teluk Jakarta. Selain itu, kata Ghoni, beberapa fasilitas publik juga dibangun di pulau hasil reklamasi untuk dapat dinikmati masyarakat.
Hal itu, lanjut Ghoni, terlihat dari pembangunan fasilitas publik seperti jalur jalan sehat dan sepeda santai (Jalasena) yang terbuka untuk warga. Di sisi lain, ia berharap agar nelayan tetap mentaati aturan yang berkenaan dengan mereka.
Ia meyakini bahwa Pemprov DKI akan mengundang masyarakat pesisir untuk mengikuti upacara HUT ke-74 RI di Kawasan Pantai Maju. Hal itu seharusnya dilakukan agar masyarakat pesisit dan nelayan tidak gagal paham terkait kebijakan yang berkenaan dengan reklamasi.
"Peringatan 17 Agustusnya di sana pasti itu akan mengundang lapisan masyarakat terutama masyarakat yang ada di pesisir supaya masyarakat yang ada di pesisir itu tidak multitafsir, tidak gagal paham, jadi mengerti nantinya," jelas Ghoni.