Jumat 19 Jul 2019 10:45 WIB

Pansel Capim KPK Diminta Usut Rekam Jejak Calon dari Polri

Capim KPK dari Polri penting dipertimbangkan rekam jejaknya.

Gedung KPK (ilustrasi)
Foto: Republika TV
Gedung KPK (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Panitia Seleksi Capim KPK diminta sungguh-sungguh meneliti rekam jejak para capim KPK yang telah lolos seleksi administrasi, terutama dari unsur Polri.  

Alasannya, menurut Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, banyaknya perwira tinggi (Pati) Polri yang mendaftarkan diri jadi Capim KPK menjadi sorotan publik.    

Baca Juga

Ada 13 Pati Polri yang masih aktif dan purnawirawan telah lulus seleksi administrasi. Dari jumlah itu, menurut Fahmi, ada beberapa nama yang menarik dicermati terkait rekam jejaknya di masa lalu, baik yang bermasalah dengan KPK maupun terkait urusan pemberantasan korupsi dan tindak pidana lainnya.  

“Pansel KPK harus benar-benar memperhatikan catatan-catatan yang bersumber dari institusi sendiri maupun yang berasal dari informasi masyarakat. Sehingga, kita berharap dapat melihat kandidat-kandidat terbaik yang nanti akan disodorkan ke DPR,” kata Khairul, dalam keterangannya kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (19/7). 

Fahmi mencontohkan, nama Irjen Pol Antam Novambar. Pada 2015, kata Fahmi, nama Antam Novambar pernah disebut-sebut terlibat dalam upaya pelemahan KPK. “Artinya, diduga ada keterlibatannya dalam konflik antara KPK dengan Polri pada masa itu,” katanya.  

Begitu juga dengan capim KPK  bernama Yotje Mende (purnawirawan) yang pernah menjabat Kapolres Bantul pada 1996. “Saat itu ada kasus pembunuhan Udin (wartawan Bernas) yang diduga ada kaitannya dengan kejahatan korupsi di Kabupaten Bantul,” ujar Fahmi.

Selain itu, Fahmi menyebut nama Irjen Pol Firli Bahuri yang ditarik kembali ke Polri dan sempat diduga melakukan pelanggaran etik di KPK.  

Sementara nama Irjen Pol Ike Edwin, menurut Fahmi, perlu mandapat perhatian khusus terkait catatan prestasinya dalam pengungkapan kasus pajak Gayus Tambunan. “Ini catatan yang layak diberi garis tebal. Atau ada nama-nama lain yang tidak populer, tetapi menyimpan potensi,” katanya.   

Terkait polemik perlu tidaknya pimpinan KPK dipilih dari unsur Polri dan Kejaksaan, menurut Fahmi, secara normatif anggota Polri dan Kejaksaan berhak mengikuti seleksi dan tidak bisa dibatasi oleh siapapun. 

Namun, kata dia, Pansel harus betul-betul cermat dalam menilai Capim KPK. “Jangan hanya menilai soal kelayakan si peserta, tetapi juga kemanfaatannya,” katanya.

Fahmi menjelaskan, KPK merupakan lembaga ad hoc, sehingga penguatan lembaga definitifnya tetap penting dilakukan. “Pansel tak boleh egois dan hanya berfikir bahwa yang betul-betul terbaiklah yang harus berada di KPK. Ingat, ini seleksi pimpinan, bukan unsur pelaksananya,” tegas Fahmi.

Fahmi juga mengungkapkan adanya keraguan publik terhadap objektivitas tiga lembaga pemerintah yang digandeng Pansel untuk memeriksa rekam jejak peserta seleksi. “Kita tahu bahwa BIN, BNPT, dan PPATK adalah lembaga yang sangat kuat irisannya dengan Polri. Dalam hal ini berpotensi menjadi kepanjangan tangan pihak-pihak tertentu untuk menghambat atau mendorong nama-nama,” ungkapnya.

Fahmi menegaskan seleksi pimpinan KPK sarat kepentingan. Pro-kontra terhadap nama-nama yang berkompetisi bakal tak terhindarkan. “Jika tetap ingin mengakomodasi adanya representasi Polri dan Kejaksaan pada unsur pimpinan KPK, Pansel harus mampu menyiapkan figur-figur alternatif yang paling minim potensi konfliknya,” katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement