REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, penyidik menjadwalkan memeriksa Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim, Jumat (18/7) besok. Keduanya diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Tak hanya Sjamsul dan Itjih, tim penyidik juga menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap menko ekuin sekaligus ketua KKSK periode 2000-2001, Rizal Ramli. "Besok diagendakan pemeriksaan terhadap SJN, ITN dan Rizal Ramli sebagai saksi dalam perkara korupsi SKL BLBI,"" kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/7).
Febri menegaskan, lembaga antirasuah akan tetap melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait penerbitan SKL BLBI dengan tersangka Sjamsul dan Itjih meski Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi mantan kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam amar putusannya, MA melepaskan Syafruddin dari tuntutan hukum terkait SKL BLBI.
"Sebagaimana telah kami tegaskan sebelumnya, KPK tetap melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait penerbitan SKL BLBI dengan tersangka SJN dan ITN," tegas Febri.
Dengan bebasnya Syafrudin, banyak pihak yang seakan menganggap putusan MA kali ini dapat menggugurkan penyidikan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Sebab, penyidikan kasus Sjamsul dan Itjih merupakan pengembangan dari penyidikan perkara Syafrudin.
Febri menambahkan, sampai saat ini, pihak MA juga belum menngirimkan salinan putusan kasasi Syafruddin. Karena itu, KPK hingga saat ini belum memutuskan langkah hukum yang akan ditempuh terkait putusan tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Republika)
Terkait langkah yang dapat ditempuh, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Peninjauan Kembali (PK) bisa menjadi salah satu opsi yang bakal ditempuh KPK. "Rasa-rasa sih upaya hukum yang bisa dilakukan kan PK," kata Wakil Ketua KPK Alexander.
Kendati demikian, Alexander menekankan, PK belum menjadi sikap resmi KPK, lantaran KPK harus mempelajari terlebih dahulu putusan lengkap Kasasi Syafruddin, termasuk pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim Kasasi. "Itu harus kita lihat dulu," katanya.
Dalam kasus ini, Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun.
Sebab, saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar. Atas perbuatan tersebut, keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.