Selasa 16 Jul 2019 05:01 WIB

Perlukah Adaya Kementerian Keamanan Nasional Kabinet Jokowi?

Kemntrian keamanan nasional sama pentingnya dengan orang bernapas,

Jokowi dan Prabowo naik MRT bersama-sama dari Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7)
Foto:

Memanggil dan menempatkan Bab XIII UUD 1945 yang bertitel Pertahanan dan Keamanan Negara pada kesempatan pertama perbincangan mengenai isu ini, mengharuskan siapapun untuk menyodorkan argumen baik secara lexical maupun secara hukum bahwa kedua isu ini – pertahanan dan keamanan – berbeda dalam sifat dan substansi konstitusionalnya. Pasal 30 UUD 1945 ayat (2) sampai dengan ayat (5), cukup jelas. Pasal ini  mendefenisikan kedua soal -  pertahanan dan keamanan – sebagai dua isu  konstitusi dalam sifat sebagai dua urusan pemerintahan dengan konsekuensi organik yang berbeda.

Konsekuensi organik konstitusionalnya, terlepas dari argumen politik dan soal lain apapun adalah kehadiran kementerian keamanan nasional memiliki sifat imperatif. Tertib konstitusi memintanya, mengharuskan kehadirannya. Sebagai sebuah urusan pemerintahan yang secara tegas didefenisikan dalam pasal 30 UUD 1945, pembentukan kementerian ini dalam sifat dan esensinya memenuhi parameter konstitusi tentang pembentukan kementerian dalam pasal 17 UUD 1945.   

Sesuai sifat konseptualnya, keamanan merupakan kristalisasi atau perpaduan elastis dari sejumlah keadaan, dan aspek yang satu dan lainnya saling terhubung secara fungsional. Tidak mungkin aspek-aspek yang dituju dari keamanan nasional dibuat terpisah atau terisolasi antara satu dengan lainnya. Tidak mungkin. Keadaan yang membentuk atau menghasilkan keamanan tak pernah, untuk alasan politik dan apapun sifatnya, berkarakter tunggal.

Aman dari gangguan militer, apapun bentuknya dalam semua matra, juga aman dari gejolak sosial, ekonomi dan politik apapun bentuknya, membutuhkan penanganan yang khas. Sebegini jauh soal-soal ini bukan tak terurusi, malah telah terurusi. Tetapi bukan disitu soalnya. Soalnya terletak pada keharusan untuk tertib konstitusi dalam bernegara. Tertib konstitusi membutuhkan, memanggil kementerian tertentu untuk secara khusus mengurusinya. Haruskah urusan ini ditangani dengan membentuk kementerian baru? Bisa jadi tidak.

Presiden dapat menempuh jalan konstitusional yang mudah. Jalan itu adalah mengubah nomenklatur Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan menjadi Kementerian Keamanan Nasional, tanpa harus mengubah fungsinya. Mengapa? Konsep keamanan bukan konsep tunggal. Unsur-unsur dan akibatnya  saling terkait, sebagaimana disebut diatas  saling terhubung satu dengan lainnya dalam politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum, dalam arti yang elastis.

Realasi antar aspek yang membentuk konsep keamanan membawa konsekuensi Kementerian Kemanan, andai terealisasi, mesti dibekali fungsi kordinatif, malah integratif dalam rancang bangun kebijakan yang berdampak atau menghasilkan kondisi aman. Kondisi aman, dalam konteks itu harus direspon sebagai perpaduan apik serangkaian aspek, yang mau tidak mau harus dirancang secara terkordinasi dan integratif.   

Harus diakui penegakan hukum sejauh ini terlihat sebagai pilihan andal semua negara demokratis menangani, mempromosikan keamanan dalam banyak aspek dalam kehidupan nasionalnya. Tetapi harus diakui postulat itu tak cukup falid dalam spektrum pasal 30 UUD 1945. Bukan karena keragaman aspek yang terkandung didalamnya mengharuskan adanya kebijakan non hukum, tetapi karena keamanan terdefenisikan oleh pasal 30 UUD 1945 sebagai isu konstitusi yang berbeda dengan pertahanan, dengan konsekuensi organik yang sekali lagi, berbeda. 

Sifat imperatif kehadiran Kementerian Keamanan Nasional atau nama lain dengan fungsi yang sama, semata-mata, sekali lagi, karena perintah konstitusi yang terkandung dalam pasal 30 UUD 1945. Sifat ini tidak ada, misalnya untuk gagasan pembentukan Dewan Keamanan Nasional, apa yang sering disebut dengan National Security Council. Gagasan ini tidak memiliki sandaran falid dalam spektrum pasal 30 UUD 1945. Konsep itu tidak memiliki rujukan rigid dalam konstitusi untuk dapat disifatkan sebagai constitutional directive, apapun upaya untuk menemukan justifikasi konstitusionalnya.

Bila pun, tentu dengan segala pertimbangan praktisnya Dewan Keamanan Nasional dibentuk, tidak mungkin Dewan ini tidak memiliki sifat teoritik dalam dunia hukum administrasi negara sebagai administrative organ. Dalam pemikiran ketatanegaraan Amerika disebut Dependent Regulatory Agencies (DRA’s). Dalam sejarahnya justifikasi atas DRA’s didasarkan pada doktrin delegation of authority dari Congress, bukan pasal-pasal konstitusi.

Tentu berbeda dengan pembentukan Kementerian Keamanan Nasional atau nama lain dengan fungsi yang sama. Bukan soal suka atau tidak, tetapi  kehadiran Kementerian Keamanan Nasional atau nama lain cukup jelas sebagai constitutional directive, setidaknya menurut pasal 30 UUD 1945. Akankah pemerintahan Pak Joko Widodo periode kedua ini dihiasi dengan dibentuknya Kementerian Keamanan Nasional? Pasal 30 UUD 1945 menantikannya.

      

Jakarta, 14 Juli 2019

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement