REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ormas-ormas Islam di Indonesia menyambut baik pertemuan antara presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan pesaingnya dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019, Prabowo Subianto, pada Sabtu (14/7). Masyarakat di akar rumput diminta ikut mencontoh sikap kenegarawanan itu.
"Joko Widodo dan Prabowo Subianto memberi contoh kenegarawanan yang sangat tinggi bahwa kontestasi politik itu tidak menyebabkan retak sesama tokoh bangsa," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Sabtu (13/7).
Ia menilai, dalam konteks kehidupan nasional, pertemuan itu akan merekatkan kembali suasana kehidupan kebangsaan dengan harapan elemen-elemen bangsa menjadi lebih bersatu. Kedua, pertemuan itu memberikan masyarakat penguatan untuk kepentingan kohesi sosial atau orang secara umum sering menyebutnya sebagai rekonsiliasi politik dalam makna yang longgar.
"Sehingga rekonsiliasi nasional atau kohesi sosial kebangsaan itu memperoleh legitimasi yang kuat dari kedua tokoh dan elite puncak yang berkontestasi dalam pilpres yang lalu," ujar Haedar.
Menurut Haedar, silaturahim Jokowi dan Prabowo telah menjadi energi bagi kehidupan kebangsaan. "Jangan sampai suasana kehidupan politik yang cukup lama dalam proses pemilu kemudian (membuat) energi kolektif kita melemah," kata Haedar.
Haedar mengatakan, pertemuan yang dilakukan di stasiun dan kereta moda raya terpadu(MRT) memberikan isyarat simbol kemajuan. Artinya, warga Indonesia boleh berbeda politik, tapi begitu selesai harus menatap ke depan. "Sebagai negara yang modern di tengah persaingan global yang semakin penuh dengan tantangan," ujar Haedar.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud juga mengapresiasi pertemuan antara Jokowi dan Prabowo. “Itu sangat baik karena saya mengapresiasi Pak Prabowo yang benar-benar mempunyai (sikap kebangsaan). Guru bangsa lah, menurut saya. (Sikap) kebangsaannya sangat tinggi," kata dia kepada Republika, Ahad (14/7).
Menurut dia, masyarakat di tingkat akar rumput sedianya sudah lebih dulu rukun daripada para elite politik. Hal itu, kata dia, karena sebagian masyarakat memiliki wadah sosial yang mempertemuakan satu sama lain di antara mereka. "'Wah, sampeyan menang, saya kalah. Tapi saya menang dalam hal jago presiden saya, tapi saya kalah jagoan saya di legislatif.’ Itu cair cerita kayak gitu. Maka masyarakat cair, di atas pun cair, insya Allah itu bisa berjalan dengan baik," katanya.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) Ustaz Jeje Zaenudin juga mengapresiasi dan menilai positif pertemuan kedua tokoh tersebut. "Memang sebagai tokoh bangsa dan negarawan harusnya demikian, bagaimanapun tajamnya perbedaan pandangan dan persaingan tidak boleh mewariskan permusuhan yang berkepanjangan di antara anak bangsa," kata Ustaz Jeje kepada Republika, Ahad.
Namun demikian, menurut dia, pertemuan Prabowo dan Jokowi tidak harus dimaknai bahwa Prabowo mengakui Pemilu 2019 berlangsung jujur dan adil. Itu juga tidak harus dimaknai bahwa Prabowo membatalkan gugatannya ke Mahkamah Agung (MA) meski telah dikalahkan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Demikian juga tidak harus dimaknai bahwa pertemuan tersebut menghilangkan sikap idealis dan kritis dari Prabowo dan para pendukungnya terhadap berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi jika dinilai tidak prorakyat. Sebab, persaingan sportif dan kritik konstruktif yang keras menjadi kontrol dan kekuatan penyeimbang yang diperlukan.
Ustaz Jeje menegaskan, persaingan sportif dan kritik konstruktif bisa terus berlangsung dalam suasana persahabatan, bukan dalam suasana pertengkaran. "Dengan demikian, semoga masyarakat dari kedua belah pihak juga bisa menerima secara positif sikap yang diambil kedua tokoh bangsa tersebut," ujarnya.
Jokowi dan Prabowo naik MRT bersama-sama dari Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7)
Sedangkan, Rabithah Alawiyah menilai pertemuan Prabowo dan Jokowi bisa meredam perpecahan yang terpolarisasi. Rabithah Alawiyah juga mengingatkan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah final dan mengikat, maka, sebagai negara hukum, semua pihak harus menghormatinya.
"Kebersamaan Pak Prabowo dan Pak Jokowi itu merupakan suatu hal yang menurut saya sangat bagus untuk bisa meredam (masyarakat) di bawah yang selama ini sudah terpolarisasi. Dulu ada 01 dan 02, sekarang sudah tidak ada," kata Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zen bin Umar Sumaith kepada Republika, Ahad.
Habib Zen juga mengimbau kepada seluruh anak bangsa agar menghormati tatanan hukum yang sudah ada dan disepakati bersama. Supaya ada kebersamaan untuk memperjuangkan kemajuan bangsa Indonesia ke depan.
Bagi pihak yang menang dalam pemilihan umum, dia mengingatkan, sebaiknya mempertimbangkan perasaan yang kalah dengan mengajak mereka bersama-sama. Bagi pihak yang kalah harus bisa menghormati keputusan akhir dan turut mendukung serta membantu pihak yang menang. "Menurut saya, kebersamaan (Jokowi dan Prabowo) ini harus direalisasikan dalam bentuk pemerintahan yang adil," ujarnya.
Habib Zen menyoroti persoalan keadilan yang harus diperhatikan oleh pemimpin. Menurut dia, orang-orang yang merasa terpinggirkan dan mendapatkan ketidakadilan harus diperjuangkan dengan cara yang adil. Jangan sampai ada masyarakat yang terpinggirkan dengan menangnya Jokowi.
Sebab, menurut dia, kemenangan Jokowi harus menjadi kemenangan bagi bangsa Indonesia. Jangan sampai yang menikmati kemenangan tersebut hanya pendukung Jokowi saja. "Keadilan harus ditunjukkan, karena secara Islam pun pemimpin yang adil harus diikuti. Apabila ada kekurangan, kita perbaiki sama-sama. Pengertian mendukung kita harus mendukung hal yang baik (pemimpin adil) dan memperbaiki yang kurang," ujarnya.
Habib Zen juga mengingatkan agar para pendukung Prabowo dan Jokowi sadar bahwa masalah pemilihan presiden sudah selesai. “Alhamdulillah, semuanya berjalan dan keduanya baik Prabowo maupun Jokowi telah menunjukkan sikap negarawan yang bagus, terutama Prabowo dan Jokowi yang mengakomodasi. Kalau ada pihak lain yang tidak senang, itu haknya mereka, berarti tidak mau melihat satu kenyataan. Kita sebagai umat Islam harus punya prinsip Allah menakdirkan yang terbaik untuk bangsa ini," ujarnya. n wahyu suryana/umar mukhtar/fuji e permana ed: fitriyan zamzami