Sabtu 13 Jul 2019 11:44 WIB

Pertemuan Jokowi-Prabowo di MRT Jadi Simbol Konsolidasi

Pertemuan di ruang terbuka publik menunjukkan Jokowi-Prabowo sudah bersatu.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Friska Yolanda
Prabowo Subianto tiba di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7).
Foto: Republika/Sapto Andiko Condro
Prabowo Subianto tiba di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Capres terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan penantangnya, Prabowo Subianto akhirnya bertemu di Moda Raya Terpadu (MRT). Pertemuan keduanya dinilai sebagai simbol konsolidasi dari du pihak yang berhadapan dalam pilpres. 

Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, pertemuan yang terjadi pada Sabtu (13/7) itu tampak informal. Pangi pun menyebut, pertemuan Jokowi-Prabowo di tempat umum itu memiliki simbol tersendiri dalam konteks silaturahim politik. 

Baca Juga

"MRT kan tempat umum, mereka memperlihatkan kebersamaan sejak naik MRT dan sepanjang dalam MRT kepada masyarakat umum. Tersirat pesan pada masyarakat bahwa mereka sudah konsolidasi demi kemakmuran dan kemajuan bangsa," kata Pangi saat dihubungi, Sabtu. 

Direktut Voxpol Center and Research itu menilai, MRT menjadi simbol kemajuan dan keberhasilan pembangunan bangsa saat ini. Pertemuan di ruang terbuka publik saat ini, kata dia, berkemungkinan besar berisi pembicaraan yang sifatnya tidak rahasia atau pun strategis. 

Pertemuan itu dinilai Pangi sebagai ekspos pada masyarakat bahwa Prabowo dan Jokowi sudah bersatu. Pertemuan keduanya di objek vital infrastruktur, kata Pangi menunjukkan kemauan bersilaturahim, konsolidasi maupun rekonsiliasi demi kepentingan bangsa yang jauh lebih besar. 

"Mereka mau bekerja sama. Soal nanti apakah masuk ke gerbong koalisi atau mengambil peran oposisi itu soal lain. Yang jauh lebih penting adalah silaturahim sesama anak bangsa dan negarawan," ujar Pangi.

Adapun soal pemilihan tempat, Jokowi dan Prabowo disebut ingin mencari suasana yang berbeda. Pertemuan di istana atau di hotel diangap sudah biasa. Sementara pertemuan di tempat umum dianggap memiliki simbol tersendiri. MRT dinilai lebih cair dan terbuka

"Jadi pertemuan dengan suasana santai mempengaruhi cair atau tidaknya komunikasi politik dalam rangka rekonsiliasi. Pertemuan ini bisa disebut pertemuan silaturahim biasa, atau rekonsiliasi, tergantung yang mereka bahas," jelas dia. 

Pangi menambahkan, ada hal hal yang lebih serius misalnya soal Habib Rizieq, soal tahanan politik, soal tawaran menteri dan lain lain. Namun, kata dia, rekonsiliasi mesti dimaknai tidak hanya sekedar bagi bagi kursi menteri. Pertemuan ini pun dianggap sebagai pintu besar menuju rekonsiliasi. 

"Ada pesan lain yaitu menjaga silaturahmi politik dalam rangka menurunkan tensi politik, mau bekerjasama untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan negara," kata Pangi menambahkan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement