REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo- Ma'ruf Amin bidang hukum Arsul Sani menilai pengajuan permohonan pelanggaran administrasi pemilu ke Mahkamah Agung (MA) yang diajukan Prabowo-Sandi bakal sia- sia. Bahkan, Arsul berpendapat, permohonan tersebut kemungkinan besar tidak diterima.
"Kalau menurut saya sia-sia, karena kemungkinan besar (tidak diterima), tentu kita tidak boleh memastikan, itu kewenangan hakim," kata Arsul saat dikonfirmasi, Kamis (11/7).
Arsul mengaku terkejut saat mengetahui adanya pemohonan ke MA dari Prabowo-Sandi. Permohonan itu diketahui merupakan permohonan pengusutan pelanggaran administrasi pemilihan umum dengan dugaan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
"Sebagai praktisi hukum saya agak terkesima juga. Karena kalau permohonan kasasi diikuti maka ada satu kasus di mana kasasinya dua kali," kata Arsul.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga sempat mengajukan pada Bawaslu terkait dugaan kecurangan TSM atas nama Djoko Santoso dan Hanafi Rais. Namun pada 15 Mei 2019, pelaporan itu ditolak Bawaslu.
Kemudian, tim kuasa Hukum Prabowo-Sandi yang disebut tak berkoordinasi dengan BPN itu maju ke MA untuk pelaporan kasus yang ditolak Bawaslu itu atas nama Djoko dan Hanafi. Namun, permohonan itu tidak diterima karena bukan atas nama prinsipal Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kemudian, tim kuasa hukum mendapat kuasa dari Prabowo-Sandi langsung untuk kembali memohonkan ke MA. Akhirnya, MA menerima permohonan tersebut dan diproses ke register MA.
Arsul menilai, meskipun yang mengajukan adalah Prabowo-Sandi langsung, tetapi putusan MA yang sudah tidak diterima atau NO (Niet Ontvankelijk Verklaard) harus diulang dari awal sebelum sampai ke MA. Artinya, kata Arsul, seharusnya permohonan diajukan dari Bawaslu.
"Bahwa sebuah perkara kalau sudah dikasasi tidak bisa dikasasi kembali. Tapi karena putusannya NO, tidak tidak diterima, kalaupun mau mengupayakan langkah hukum ya harus diulang lagi dari awal," kata Arsul menjelaskan.
Arsul menyatakan, TKN tidak menjadi pihak yang berperkara dalam permohonan tersebut. Namun, Arsul memandang permohonan itu sebagai hak hukum Prabowo - Sandi.
"Kami tidak bisa menghalang-halangi, atau meminta mencabut. Itu biatlah menjadi urusan internal dari BPN dan Pak Prabowo dan Pak Sandi dan lawyernya," ujar dia menegaskan.
Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyebut, permohonan pelanggaran administrasi pemilu (PAP) yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) bukanlah suatu bentuk Kasasi. Upaya hukum itu melanjutkan laporan pelanggaran pemilu terdahulu yang diajukan ke Bawaslu.
Pengacara Prabowo-Sandi, Nicholay Aprilindo, menjelaskan, permohonan itu untuk memeriksa dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu secara terstruktur sistematis dan masif (TSM) Pilpres atas Putusan Pendahuluan Bawaslu No.01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, tanggal 15 Mei 2019.
"Dasar hukum pengajuan PAP tersebut adalah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ada sebagaimana telah kami uraikan didalam Permohonan PAP kami pada Mahkamah Agung RI.
Sehingga tidak bisa dikatakan Permohonan tersebut kadaluarsa dan atau lewat waktu," kata Nicholay dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/7).
Nicholay menyebut, Bawaslu bukanlah Pengadilan tingkat pertama, karena Bawaslu bukan badan atau lembaga peradilan, maupun lembaga Peradilan khusus. Namun, Bawaslu adalah pelaksana Pemilu yang berfungsi sebagai pengawas dan diberi kewenangan oleh UU Pemilu untuk menerima Laporan Pelanggaran Pemilu, memeriksa dan memutuskan laporan, serta memberikan rekomendasi kepada KPU.
"Dengan demikian Bawaslu tidak dapat dipersamakan dengan Lembaga Peradilan seperti Pengadilan Negeri, karena Bawaslu tidak berada didalam lingkup UU Mahkamah Agung dan atau UU Kekuasaan Kehakiman," lanjut Nicholay.