REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) berupaya menegakan netralitas dalam menangani sengketa Pemilu 2024. Salah satu caranya dengan tak melibatkan Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam perkara sengketa pemilu menyangkut Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Tercatat, Arsul Sani memang lama berstatus sebagai politikus PPP. Arsul lalu membanting kariernya jadi hakim konstitusi dari unsur perwakilan DPR pada Januari 2024.
Juru Bicara MK sekaligus Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan Arsul Sani memakai hak ingkarnya agar tak mengurus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) menyangkut PPP.
"Mengenai posisi Yang Mulia Pak Arsul Sani tidak akan ikut menangani PHPU (perselisihan hasil pemilihan umum) pileg yang diajukan PPP," kata Enny ketika dikonfirmasi Republika pada Ahad (24/3/2024).
Enny menyebut Arsul pun dapat memakai hak ingkarnya itu guna tak kecemplung menangani PHPU Pilpres yang dimohonkan tim pasangan calon (paslon) nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Sebab PPP merupakan parpol bagian dari koalisi pendukung Ganjar-Mahfud.
"Terkait dengan PHPU pilpres yang diajukan 03 beliau (Arsul Sani) juga bisa menggunakan hak ingkarnya," ucap Enny.
Selain itu, Enny menekankan para hakim konstitusi sudah berjanji menjaga netralitas penanganan PHPU. Enny lantas mengajak publik memelototi kinerja hakim konstitusi.
"Siapapun dapat terus memantau sejak perkara didaftar hingga proses persidangan dan diucapkan," ujar Enny.
Sebelumnya, PPP mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan legislatif (Pileg) 2024 di 18 provinsi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Sabtu (23/3/2024) malam. Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP Achmad Baidowi atau Awiek mengungkapkan gugatan tersebut dilakukan lantaran terdapat suara PPP yang diduga hilang di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS).
Sehingga suara PPP dalam rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya menembus angka 3,87 persen atau di bawah ambang batas.