Rabu 10 Jul 2019 00:35 WIB

Perlunya Roadmap untuk Bus Listrik

Bus listrik di Indonesia baru tahap uji coba, belum dibahas pengoperasian komersilnya

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Uji Coba bus Listrik di Monas.Bus listrik milik PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) melintas saat pra uji coba di Monas, Jakarta Pusat, Ahad (19/5).
Foto: Fakhri Hermansyah
Uji Coba bus Listrik di Monas.Bus listrik milik PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) melintas saat pra uji coba di Monas, Jakarta Pusat, Ahad (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampai saat ini bus listrik di Indonesia baru sampai tahap uji coba. Belum ada pembahasan lebih lanjut untuk pengoperasian secara komersial. Padahal, bus listrik bisa mengurangi polusi udara dan penggunaan kendaraan pribadi.

Direktur Eksekutif Institut Transportasi (INTRANS) Deddy Herlambang mengatakan, bus listrik bisa mengurangi kualitas buruk udara di Jakarta. Namun, sampai saat ini belum ada aturan dan kepastian infrastruktur untuk pengoperasiannya.

“Bus listrik baru uji coba aja kan sekarang. Ya diharapkan nantinya kendaraan seperti, taksi, motor dan mobil juga menggunakan listrik. Tapi bus listrik saja belum jelas kan kapan dioperasikan? tempat pengisian ulang baterainya dimana?,” katanya kepada Republika, Selasa (9/7).

Kemudian, ia melanjutkan harus ada kerja sama dengan kementerian terkait. Seperti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengenai limbah baterai yang nantinya dibuang ke suatu tempat yang sudah disediakan beserta alat penghancurnya yang modern.

Sebab, lanjut dia, baterai itu bahan kimia yang membahayakan kesehatan warga. Jika dibuang sembarang, akan membuat lingkungan rusak. Udara sudah bersih tapi lingkungan tidak terawat karena tidak ada perencanaan yang matang untuk memikirkan jangka panjang.

“Jangan sampai kerja dua kali. Kalau ingin ada bus listrik, pikirkan juga baterai akan dibuang ke mana? IPAL nya seperti apa? tempat pengisiannya di mana? ya tidak bisa di depo saja. Dikaji dulu deh. Jangan asal menghadirkan bus listrik,” ujarnya.

Deddy berharap sebelum bus listrik dioperasikan secara komersial, pihak terkait menyiapkan dengan matang infrastruktur dan sirkulasi limbah terkait transportasi tersebut.

Sementara itu, Direktur The Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), Yoga Adiwinarto, mengatakan, harus ada roadmap atau rencana jangka panjang untuk bus listrik. Jangan sampai bus listrik sia-sia dan malah tidak bisa digunakan warga.

“Bus listrik itu harganya lebih mahal daripada bus biasa. Tetapi mengurangi pencemaran udara dan lebih hemat untuk perawatan ke depannya. Lalu, sekarang belum ada regulasi dan Peraturan Presiden (Perpres). Nah, makanya sebelum itu semua masih ada waktu untuk memiliki rencana lima tahun ke depan,” kata Yoga.

Yoga tidak mau nantinya bus listrik di Indonesia seperti Malaysia. Kota Malaka sejak 2014 sudah memiliki bus listrik namun sampai sekarang belum bisa digunakan dan hanya disimpan saja. Penyebabnya, mereka tidak memiliki rencana jangka panjang.

Maka dari itu, Yoga ingin bus listrik ini direncanakan secara jangka panjang. Dipikirkan tempat pengisiannya di setiap koridor, waktu perjalanannya, dan perawatannya. Jangan terlalu ambisius untuk menghadirkan transportasi umum baru yang ke depannya tidak tahu seperti apa.

“Saya yakin jika tidak ada perencanaan untuk lima tahun ke depan. Bus listrik akan mangkrak. Hanya beli saja tapi bingung ke depannya seperti apa. Tidak bisa begitu, perencanaan penting,” ujarnya.

Sekertaris Komisi B DPRD DKI Jakarta Mualif ZA mengatakan, sedang menunggu pembahasan lebih lanjut tentang bus listrik terutama terkait regulasinya. Ia menambahkan sudah ada operator yang tertarik seperti Damri dan Kopaja.

Tetapi untuk saat ini belum ada pembahasan rencana jangka panjang untuk bus listrik. “Memang adanya bus listrik jadi ramah lingkungan dan efisisiensi BBM. Nanti kami agendakan untuk bertemu dengan dishub untuk mengkaji bus listrik ini,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement