REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Petani kelapa sawit di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara enggan memanen buah sawit yang sudah matang hingga rusak di pohon. Ini karena harga penjualan sawit yang rendah sehingga tidak dapat menutup modal atau akan menambah kerugian.
Seorang petani sawit bernama Kasa mengatakan harga pembelian tandan buah segar (TBS) Rp 200 per kilogram tidak dapat menutupi modal. Akibatnya sawit tidak dipanen atau dibiarkan rusak begitu saja.
"Petani kelapa sawit di Konawe Selatan sedih karena harga TBS sawit terjun bebas hingga Rp200/kilogram. Petani makin terpuruk," kata petani berusia 42 tahun ini di Kendari, Sabtu (6/7).
Menurut dia, petani kelapa sawit Konawe Selatan pernah merasakan kebahagiaan saat harga TBS Rp 600 per kilogram. Namun sekarang harga merosot tajam hanya Rp 200 per kilogram sehingga membuat mereka merana.
Namun demikian, petani mendapat angin segar karena pabrik pengolahan sawit di Konawe Selatan yang dihadirkan investor akan beroperasi pada Oktober 2019. "Petani sawit akan bangkit kalau pabrik pengolahan setengah jadi sudah beroperasi. Informasi yang kami terima harga buah segar sekitar Rp 700 - Rp 800 per kilogram," kata petani lainnya, Saharuddin.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sultra La Mandi mengatakan transaksi komoditi perkebunan, seperti buah sawit dipengaruhi perekonomian global. "Forum-forum pengusaha yang melibatkan Kadin selalu mendiskusikan harga-harga komoditi perkebunan dan pertanian, termasuk sawit, karet, kopi dan kakao. Peran asosiasi kami jalankan namun belum memberi dampak signifikan," kata La Mandi.
Ia mengharapkan pemerintah daerah mengintervensi pembelian komoditi hasil pertanian dan perkebunan para petani melalui peran bisnis Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). "Kita harapkan BUMD membawa misi yang berpihak kepada rakyat petani. Pemerintah menyelamatkan hasil panen petani melalui lembaga ekonomi BUMD," katanya.