Sabtu 06 Jul 2019 14:38 WIB

Pengungsi Korban Likuefaksi Palu Serukan Tolak Bayar Pajak

Ratusan pengungsi korban gempa dan likuefaksi di Balaroa, Kota Palu tolak bayar pajak

Warga berdoa di tempat hilangnya anggota keluarga mereka di lokasi bekas terdampak likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (5/6/2019).
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Warga berdoa di tempat hilangnya anggota keluarga mereka di lokasi bekas terdampak likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (5/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Ratusan pengungsi korban gempa dan likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Kota Palu menyerukan aksi penolakan pembayaran pajak. Aksi itu mereka lakukan sebagai bentuk protes dan kekecewaan terhadap pemerintah daerah terutama pusat.

Mereka kecewa karena pemerintah tidak memberikan sepenuhnya hak dan kewajiban kepada korban yang kehilangan sanak keluarga, harta benda, dan tempat tinggal saat bencana 28 September 2018 tersebut terjadi.

Baca Juga

"Poin tambahan jangan membayar pajak dalam bentuk apapun. Bagaimana kita mau bayar pajak sementara pemerintah tidak peduli dengan hak-hak kita yang menjadi korban bencana," kata ketua Forum Likuefaksi Balaroa, Abdurahman Kasim dalam rapat akbar yang dihadiri ratusan pengungsi korban likuefaksi Balaroa di Palu, Sabtu (6/7).

Menurutnya, percuma para pengungsi korban bencana membayar pajak jika hak-hak mereka tidak diakomodir. Padahal pemerintah daerah dan pemerintah pusat sebagai pelayan masyarakat wajib untuk menunaikan hak-hak tersebut.

"Belum ada kepastian tentang nasib kita sebagai korban bencana alam. Baik itu menyangkut dana Jaminan Hidup (Jadup), hunian tetap, status lokasi milik korban bencana yang terdampak, masih maraknya aksi penjarahan di lokasi likuefaksi, serta kondisi pengungsi yang hingga kini masih tinggal di tenda-tenda, kos-kosan, dan rumah keluarga," jelasnya.

Ia berharap seruan aksi itu mendapat dukungan dan diikuti oleh pengungsi korban bencana lainnya yang mengalami nasib serupa. Selain itu, dalam waktu dekat mereka juga berencana menggelar aksi besar-besaran.

Mereka akan mendirikan tenda pengungsian di depan Kantor Wali Kota Palu dan Gubernur Sulawesi Tengah hingga hak-hak mereka ditunaikan oleh pemerintah daerah dan pusat selaku pengambil kebijakan.

"Yang penting aksi demo yang kita lakukan jangan sampai membakar ban, kendaraan, dan fasilitas umum karena itu masuk pelanggaran pidana dan hukumnya penjara," katanya.

Memasuki bulan kesembilan pascabencana, belasan ribu pengungsi masih tinggal di tenda-tenda pengungsian. Sebagian terpaksa memilih mengontrak kos-kosan dan tinggal di rumah sanak saudara. Hak-hak yang seharusnya diterima oleh pengungsi seperti dana jadup, huntara, dana stimulan, apalagi huntap juga belum tersalurkan secara merata.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement