Rabu 03 Jul 2019 08:43 WIB

Parpol Islam Mulai Bicara Kabinet

Berpolitik itu perlu konsisten.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (tengah) berbincang dengan dewan pengurus pusat (DPP) lainnya ketika meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (tengah) berbincang dengan dewan pengurus pusat (DPP) lainnya ketika meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (2/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar memimpin rombongan jajaran pimpinan pusat dan daerah parpol itu menemui presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi), di Istana Negara, Selasa (2/7). Selepas pertemuan itu, Muhaimin mengungkapkan, pembentukan kabinet segera dibicarakan oleh parpol-parpol pendukung.

Kunjungan kemarin, menurut Cak Imin, sapaan Muhaimin, ditujukan untuk mengucapkan selamat atas penetapan terpilihnya pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-KH Ma’ruf Amin. "Saya beserta ketua-ketua PKB seluruh Indonesia hari ini menghadap Presiden. Pertama, bersyukur atas kemenangan 01, yang kedua mengucapkan selamat kepada beliau secara langsung," ujar Cak Imin di Istana Kepresidenan, kemarin.

Cak Imin berdalih tak membahas soal jatah menteri di kabinet nanti secara khusus dalam pertemuan itu. Meski begitu, ia mengatakan telah mengantongi waktu yang direncanakan untuk membahas susunan kabinet tersebut. "Beliau bilang akan ada pembicaraan sekitar pertengahan Juli," kata Cak Imin setelah bertemu dengan Jokowi.

Menurut dia, PKB akan mengusulkan sejumlah wakilnya untuk masuk dalam jajaran kabinet Jokowi. Cak Imin menyebut akan mengusulkan minimal 10 wakilnya ke jajaran kabinet. Namun, ia menyerahkan keputusan ini kepada Jokowi. "Ya berdoa sebanyak-banyaknya pasti... kita ngusulin juga banyak, tapi yang diterima belum tentu berapa. Usulin 10 minimal lah," ujar dia.

Cak Imin menilai PKB pantas mendapatkan jatah kursi yang cukup banyak mengingat peran partai berbasis massa Islam itu dalam pemenangan Jokowi. Ia juga meyakini Jokowi akan memberikan perhatian khusus terhadap partainya. “Pasti, insya Allah usulan kita akan mendapatkan perhatian khusus lah," kata dia.

Sementara, parpol Islam pendukung Jokowi-Ma’ruf lainnya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mengomentari wacana Joko Widodo memilih menteri yang berusia muda. Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengharapkan Jokowi tidak hanya sekadar melihat usia. "Tentu pertanyaannya, apakah sudah punya pengalaman memimpin sebuah organisasi publik seperti kementerian dan lembaga yang besar. Itu kan soal lain," kata Arsul Sani di Kompleks Parlemen Senayan, kemarin.

Menurut Arsul, wacana menteri berusia muda bisa diambil sisi positifnya. Ia menduga wacana itu muncul sesuai dengan visi misi Jokowo di pemerintahan berikutnya yang ingin fokus mengembangkan sumber daya manusia (SDM).

Meski demikian, menurut Arsul, wacana menteri dari kalangan muda masih sangat dinamis. Arsul mengatakan, tak menutup kemungkinan kalangan muda yang dimaksud Jokowi bakal mengisi kabinet dengan mengisi pos wakil menteri. "Misalnya, ada menteri ada wakil menteri. Itu kan bisa juga nantinya yang jadi wakil menteri lebih muda itu tempat untuk menyiapkan pemimpin ke depan. Kan bisa begitu," ujarnya.

Arsul meyakini, usia tak selalu linier dengan kemampuan kerja, cara berpikir, dan intelektualitas. Ia juga mengakui, PPP sejauh ini minim kader muda mengingat status sebagai partai yang sudah lama berdiri. Menurut dia, situasi serupa juga dirasakan partai lain, seperti Golkar dan PDI Perjuangan yang disebutnya parpol old school. "Bisa juga kan PPP melihat itu dari sisi luar partai untuk mengisi portofolio (menteri) itu," ujar dia.

Arsul mengatakan, PPP tak masalah dengan wacana pos menteri dari kalangan muda usia. Paling penting, kata dia, kapasitas kaum muda itu memang mumpuni memimpin lembaga tinggi seperti kementerian. “Persoalannya lebih tepat apakah ada orang-orang muda yang memang punya kemampuan mumpuni, punya leadership yang kelihatan," ujarnya menambahkan.

Sementara, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra juga mengomentari peluangnya masuk dalam kabinet setelah menghadiri pertemuan tertutup antara tim kuasa hukum TKN dan Joko Widodo di Istana Bogor, Senin (1/7) malam. Yusril mengklaim belum ada pembicaraan ke arah sana.

Yusril mengungkapkan, pembicaraan empat mata dengan Jokowi lebih banyak dihabiskan untuk membahas sistem konstitusi dan UUD 1945. Presiden, ujar Yusril, banyak mengajak diskusi menanggapi pendapat yang berkembang di masyarakat tentang peluang amandemen UUD 1945 atau kembali kepada UUD 1945 murni.

"Saya jawab sebisanya, tapi juga menjelaskan beberapa persoalan terkait dengan pembangunan hukum di negara kita. Antara lain masalah kepastian hukum, harmonisasi hukum yang sering kali menjadi hambatan di bidang investasi, hambatan upaya menegakkan hukum," kata Yusril.

Soal tawaran jabatan menteri atau ajakan untuk kembali terlibat dalam Kabinet Indonesia Kerja, Yusril menegaskan bahwa Jokowi belum berbicara ke arah sana. Soal kesiapannya bila diminta bergabung dalam kabinet selanjutnya, Yusril menekankan bahwa ia telah memiliki pengalaman dua kali menjabat sebagai menteri.

Yusril memang pernah menjabat menteri hukum dan perundang-undangan pada era Presiden Abdurrahman Wahid dan menteri kehakiman dan HAM pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. "Saya sudah dua kali pernah jadi (menteri). Apa iya saya masih disuruh jadi menteri hukum HAM lagi. Jadi nanti tiga kali itu?" katanya.

photo
Dradjad Wibowo

Selain papol berbasis massa Islam pendukung Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019 itu, Partai Amanat Nasional (PAN) sempat juga digadang-gadang masuk dalam koalisi pemerintahan nantinya. Kendati demikian, anggota Dewan Kehormatan PAN Drajad Wibowo menilai banyak partai di Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang keberatan dengan bergabungnya partai eks pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tersebut.

"Kalau ada oknum pengurus PAN masih ngotot ingin masuk koalisi PDIP dan kawan-kawan, malunya bukan lagi dobel, melainkan sudah tripel," kata Drajad kepada Republika, Selasa (2/7/).

Ia menjelaskan tiga alasan. Pertama, ia mengatakan, banyak kawan-kawannya di KIK yang sepakat dengan sikapnya agar PAN sebaiknya tetap di luar KIK. \"Kasarnya, PAN tidak mereka inginkan bergabung. Malu kan kalau masih ngotot mau masuk," ujarnya.

Kedua, PAN seharusnya berkaca pada perolehan suara pada Pileg 2019 yang merosot dibandingkan pemilu sebelumnya. "Ini antara lain karena terdapat persepsi bahwa PAN tidak konsisten selama 2014-2019," katanya.

Kemudian, ia mengingatkan, suara dan kursi PAN banyak disumbang dari provinsi yang memenangkan pasangan Prabowo-Sandi seperti di Sumatra dan Jawa Barat. Dengan bergabungnya ke kubu pemerintah, bisa-bisa pemilih di daerah tersebut tidak percaya lagi kepada PAN.

"Berpolitik itu perlu konsisten. Saya berharap nanti PAN sebagai organisasi akan menjadi parpol yang benar-benar konsisten. Sesuai dengan kata ‘amanat’ di dalam nama PAN," ujarnya. n Dessy Suciati Saputri, Arif Satrio Nugrohosapto andika candra/febrianto adi saputro ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement