Senin 01 Jul 2019 15:49 WIB

HUT Bhayangkara, Kontras Soroti 643 Kasus Kekerasan Polri

Kontras menyoroti tantangan Polri dalam menjaga independensi pada tahun politik.

 Koordinator KontraS Yati Andriyani
Foto: Republika/ Wihdan
Koordinator KontraS Yati Andriyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyoroti sebanyak 643 peristiwa kekerasan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada HUT ke-73  Bhayangkara. Sejumlah kasus tersebut terjadi dalam periode Juni 2018 hingga Mei 2019, dengan temuan korban 651 tewas, 247 luka-luka dan 856 ditangkap.

"Dalam laporan ini, kami menemukan adanya penggunaan senjata tajam oleh Polri, pembatasan ekspresi warga seperti demonstrasi. Kami juga memotret kinerja lembaga di internal dan eksternal baik di tingkat Polsek, Polres maupun Polda di seluruh daerah," ujar Kordinator Kontras Yati Andriyani di Jakarta, Senin (1/7).

Baca Juga

Yati menyebut temuan tersebut berdasarkan laporan masyarakat sipil sebagai bagian dari partisipasi untuk mendorong akuntabilitas Polri dalam menjalankan tugas dan fungsi. Laporan tersebut terbagi dalam tiga hal.

Pertama, Kontras secara khusus menyoroti adanya keterlibatan aparat kepolisian dalam praktik penyiksaan dan kesewenang-wenangan dalam menafsirkan dan menggunakan diskresi. Kesewenang-wenangan itu mengakibatkan korban luka dan tewas.

Kemudian, Kontras menyoroti adanya kekerasan dalam penanganan ekspresi warga dalam demonstrasi, unjuk rasa, dan bentuk ekspresi warga lainnya. Kontras menilai hal itu bertentangan dengan fungsi Polri untuk melindungi masyarakat.

Selanjutnya, lembaga swadaya tersebut menyoroti kinerja lembaga pengawas internal dan eksternal. Kontras menilai lembaga pengawas internal dan ekstrenal lemah dalam menjalankan fungsi korektif atas tindakan dan kebijakan yang tidak sesuai ketentuan oleh institusi kepolisian.

photo
Aksi 22 Mei. Kontras paling menyoroti kinerja Polri dalam penggunaan diskresi dalam menangani peristiwa ricuh 21-22 Mei. (Fakhri Hermansyah)

Selain itu pada tahun politik, Kontras menyoroti tantangan luar biasa yang dihadapi Polri dalam menjaga independensi mereka sebagai penegak hukum dan memberi pelayanan kepada masyarakat. Kontras paling menyoroti kinerja Polri dalam penggunaan diskresi dalam menangani peristiwa ricuh 21-22 Mei.

Kontras menyatakan kontroversi yang timbul dari penanganan kasus tersebut mengakibatkan munculnya sentimen negatif di salah satu kubu. "Ini menjadi ujian cukup berat untuk menjaga netralitas di tengah polarisasi masyarakat, betul-betul menantang netralitas kepolisian," ujar Yati.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement