REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara STIH Jentera, Bivitri Susanti menilai kompetensi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) sebaiknya menjadi prioritas panitia seleksi (pansel) capim KPK. Ia menyayangkan bila munculnya isu capim KPK terpapar radikalisme lebih diutamakan.
"Relevansi penggunaan BNPT, BIN apa? harusnya fokus ke kompetensi pimpinan. Fenomena radikalisme harus dilihat penting atau tidak karena ini di banyak lembaga. Ini bukan prioritas atas, yang penting potensi benturan kepentingan gimana penanganannya," katanya pada Republika, Ahad (30/6).
Ia menekankan korupsi bukanlah kejahatan biasa. Bahkan pemerintah memasukannya sebagai kejahatan luar biasa. Sehingga menurutnya, capim KPK wajib khatam soal rumitnya mengurai dan menuntaskan kasus korupsi.
"Korupsi rumit karena kayak jaring laba-laba, terkait pejabat, swasta. Jangan ada pimpinan KPK enggak ngerti apa-apa soal korupsi. Karena pimpinan putuskan kasus jalan atau tidak," ujarnya.
Presiden Jokowi menrrima Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK 2019 - 2023 di Istana Merdeka, Senin (17/6).
Oleh karena itu, ia merasa pansel capim KPK semestinya mengutamakan rekam jejak. Sang capim KPK tidak boleh ternoda oleh kasus apapun. Sebab ia khawatir noda ini bakal berpotensi diusut dan dijadikan alat tawar oleh pihak yang ingin menyudutkan KPK. "Rekam jejak luar biasa penting karena konflik kepentingannya tinggi. Pemimpin KPK harus bebas dari beban masa lalu," ucapnya.
Bivitri berpesan agar pansel capim KPK bekerja profesional demi kepentingan pemberantasan koruspi. Pasalnya, pimpinan KPK punya banyak pekerjaan untuk dituntaskan. "Sekarang konflik lebih diam. Pemilihan tahun ini luar biasa penting karena KPK dapat banyak tantangan. Kalau salah milih tantangan jadi lebih besar untuk pemberantasan korupsi," imbaunya.