REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bersama warga Mulyaharja menanam 1.000 bibit pohon alpukat di lahan seluas 3,2 hektare pada Kamis (27/6) di Kelurahan Mulyaharja, Bogor Selatan. Dalam kesempatan itu, ada delapan varietas yang ditanam dari total 10 yang sudah tersedia. Kampung alpukat itu digadang-gadang akan dijadikan wisata edukasi bagi pertanian di tengah Kota Bogor.
Kepala Seksi Sarana Prasarana Dinas Pertanian Kota Bogor, Lina Sobariah, mengatakan, kampung alpukat itu ditujukan oleh pemkot sebagai kawasan agro wisata. Menurut dia, ke depan warga Bogor dan sekitarnya bisa berwisata dan berbelanja alpukat di kawasan tersebut. Dia menambahkan, lahan yang disediakan di Mulyaharja itu sudah difokuskan oleh penduduk setempat untuk membudidayakan alpukat secara khusus.
“Dan di sana lengkap, tanamannya juga sudah diseting kapan untuk berbuah. Di sana itu konsepnya kurang lebih seperti Mekarsari,” ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat (28/6).
Dia menambahkan, kampung alpukat itu memang sudah lama direncanakan oleh para penduduk dan pemerintah kota. Dia menuturkan, realisasi kampung alpukat dilakukan agar wilayah tersebut bisa lebih produktif dan membantu perekonomian sekitar.
“Untuk buah hanya alpukat saja tetapi yang jenisnya bagus-bagus, seperti jenis wina dan lainnya. Rencana itu memang sudah lama dan pada dasarnya dimulai oleh para pedagang alpukat yang akhirnya membentuk suatu kelompok untuk membudidayakannya,” ujar dia.
Dia mengatakan, di wilayah tersebut mayoritas penduduk merupakan pedagang alpukat terlepas dari kegiatan budi daya yang memang sudah lama dilakukan. Dia menambahkan, alpukat yang berasal dari Mulyaharja itu dijual dengan kisaran harga Rp 25 hingga Rp 40 ribu per kilo. Lina menuturkan, wilayah kampung tematik buah itu merupakan yang pertama di Kota Bogor. Kendati demikian, dia menegaskan, ke depan pihaknya akan menjadikan setiap kelurahan memiliki keunggulan masing-masing.
“Kita akan mempertahankan khas lokal di daerah masing-masing, agar kekayaan di Kota Bogor juga tidak hilang sia-sia seiring waktu,” kata dia.
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, mengatakan, terkait kawasan alpukat tersebut pihaknya akan menentukan terlebih dahulu apa tujuannya. Dia menuturkan, dalam menentukan hal tersebut, pihaknya memiliki dua pilihan, baik itu menjadikannya sebagai kawasan agribisnis ataupun agriwisata. Menurut dia, kekurangan dari kampung alpukat tersebut adalah lahan seluas 3,2 hektare yang merupakan hasil sewa, sehingga pihaknya masih harus mengkaji jika ditujukan sebagai agribisnis.
“Tetapi kalau agriwisata kita harus punya lahan sendiri, di mana kita bisa manfaatkan lebih ke depan. Jadi ini harus kita tentukan bagaimana target ke depannya,” ujar dia.
Menurut dia, jika melihat tipikal dari Kota Bogor, kawasan alpukat itu bisa dijadikan agriwisata ataupun tujuan lainnya yang disebut urban farming.
“Dan urban farming itu bagus untuk dikembangan,” kata dia
Dia menuturkan, sesuai dengan hasil rapat antara pihaknya dengan tim pengendalian inflasi dari Jawa Barat, beberapa daerah mengalami inflasi terbesar dari komoditas cabai. Dia menegaskan, dengan adanya kawasan seperti budi daya alpukat ataupun cabai ke depannya, diharakan inflasi di Kota Bogor bisa tertutup.
“Artinya dengan langkah seperti ini juga bisa berkontribusi pada laju perekonomian kota Bogor,” ujar Dedie.
Ketua Kelompok Taruna Tani Kota Bogor, Abdul Gofur, mengatakan, kebun di Mulyaharja itu memang disiapkan untuk mengembangkan perkebunan alpukat dan program sambung pucuk antar-varietas. Dia menegaskan, pihaknya juga sudah mendapatkan tujuan pemasaran, baik itu dijual ke pengepul ataupun ke masyarakat yang memang sudah menjadi langganan.
“Ini untuk memberdayakan penduduk juga dari segi produktifitas dan pekerjaannya. Paling tidak ini untuk mengurangi pengangguran di wilayah sini,” kata dia.
Abdul menuturkan, ada 10 varietas alpukat yang dimiliki penduduk, kendati demikian hingga kini baru delapan varietas yang ditanam. Menurut dia, para penduduk mendapatkan kiriman bibit dari yayasan. Dia mengklaim, panen alpukat bisa dilaksanakan dengan teratur oleh kelompoknya dengan tenggang waktu dari enam bulan hingga dua tahun.
Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, Heri Cahyono, mengatakan hal yang dilakukan pemkot dengan mendukung kawasan khusus perkebunan merupakan langkah yang sangat baik. Dia menegaskan, Pemkot Bogor harus merealisasikannya lebih serius agar langkah tersebut bisa diapresiasi oleh DPRD dan masyarakat Kota Bogor.
“Kita harus mampu memaksilmalkan anugerah alam, karena tanah kita yang subur itu harus ditanam dengan tanaman yang bermanfaat,”