Jumat 28 Jun 2019 00:14 WIB

Menkumham Berharap Masyarakat Terima Putusan MK

Proses di MK merupakan jalur konstitusional untuk menyelesaikan konflik demokrasi.

Rep: Antara, Ronggo Astungkoro, Dian Erika Nugraheny / Red: Ratna Puspita
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengharapkan masyarakat Indonesia menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2019. "Mudah-mudahan hasilnya sangat baik," kata Yasonna, di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, di Senayan, Jakarta, Kamis (27/6).

Menurut dia, proses di MK merupakan jalur yang konstitusional yang ditempuh untuk menyelesaikan konflik dalam demokrasi pada Pilpres 2019. Untuk itu, apa pun hasil yang diputuskan diharapkan merupakan yang terbaik dan permasalahan yang selama ini terjadi sudah selesai.

Baca Juga

Pada Kamis malam, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi untuk seluruhnya. Menurut majelis hakim, permohonan pemohon tak beralasan menurut hukum.

"Dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Hakim MK, Anwar Usman, dalam sidang pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6).

Dalam persidangan ini, MK menolak sejumlah dalil permohonan PHPU Pilpres 2019 Tim Hukum Prabowo-Sandi. Salah satunya, terkait pelanggaran asas pemilu yang bebas dan rahasia dengan mengajak masyarakat menggunakan bahu putih saat mencoblos ke tempat pemungutan suara (TPS).

"Terhadap dalil pemohon mahkamah mempertimbangkan, selama persidangan mahkamah tidak menemukan fakta adanya intimidasi ajakan baju putih," ujar Hakim Konstitusi, Arief Hidayat.

Arief menjelaskan, dalil tersebut tidak relevan dianggap sebagai bagian dari pelanggaran pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masih (TSM). Sebab, hal itu tidak ada kaitan langsung dengan hasil perolehan suara pasangan calon.

"Lebih-lebih pengaruhnya terhadap perolehan suara. Oleh karena itu dalil pemohon tidak relevan dan harus dikesampingkan," kata Arief.

photo
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (keempat kanan) memimpin Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6). (Republika/Putra M Akbar)

Selain itu, mahkamah juga mengatakan, pemohon tidak dapat menghadirkan alat bukti lain terkait adanya 22.034.193 pemilih siluman. Bukti-bukti lain yang dapat memberikan keyakinan kepada mahkamah bahwa pemilih siluman itu telah menggunakan hak pilihnya dan mengakibatkan kerugian bagi pemohon.

"Artinya pemohon tidak dapat membuktikan bukan hanya apakah yang disebut sebagai pemilih siluman menggunakan hak pilihnya atau tidak, tetapi juga tidak dapat membuktikan pemilih siluman tersebut jika menggunakan hak pilihnya mereka memilih siapa," tutur Hakim Konstitusi, Saldi Isra.

Atas putusan ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menetapkan capres-cawapres terpilih Pilpres 2019 pada Ahad (30/6). "Kami akan lakukan penetapan paslon terpilih pada Ahad,  30 Juni 2019 pukul 15.30 WIB, " ujar Ketua KPU Arief Budiman dalam konferensi persi di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (24/6) malam.  

Rangkaian acara penetapan ini akan digelar di Lantai II Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat. Arief menuturkan, KPU akan mengundang Bawaslu dan DKPP,  kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Sekretariat Negara, Mahkamah Agung, MPR, MK, Bawaslu, DPR, TNI, Polri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri dan beberapa lembaga lain.

Selain itu, KPU mengundang dua paslon capres-cawapres, parpol peserta pemilu,  pemantau pemilu dan LSM kepemiluan. KPU akan memberikan undangan kepada masing-masing paslon sebanyak 20 undangan.

Undangan ditargetkan sudah dapat disebar besok. "Kami harap para pihak yang diundang bisa hadir semua," ujar Arief. 

photo
Peserta unjuk rasa menengadahkan tangan saat berdoa di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/06/19). Mereka akan melakukan aksi kembali di Komnas HAM dan DPR RI, Jumat (28/6) hari ini. (ANTARA)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement